Senin, 16 Juli 2012

Kendala KPK di Daerah, dari Keterbatasan SDM Sampai Ancaman Kemerdekaan

Selasa, 17/07/2012 05:33 WIB 

Jakarta Pimpinan KPK mengakui untuk mengusut kasus korupsi di daerah apalagi dengan kategori daerah terluar, memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi dibanding perkara di tingkat pusat. Banyak kendala yang harus dihadapi KPK.

Terkait kendala pengusutan kasus di daerah ini, Wakil Ketua KPK Zulkarnaen mengakui, pihaknya pernah mendapat ancaman memisahkan diri dari NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) dari sejumlah oknum yang terindikasi terlibat korupsi. Dia mencontohkan KPK pernah mendapat ancaman semacam itu di wilayah di Papua.

"Kalau KPK mengusut kasus kami, kami merdeka," kata Zulkarnaen menirukan ancaman dari pihak yang terlibat korupsi di Papua, Selasa (16/7/2012).

Namun, Zulkarnaen mengaku bahwa pihaknya tak terpengaruh dengan ancaman itu. Apalagi, ada juga warga di Papua yang mendukung KPK untuk melakukan pemberantasan korupsi di daerah itu.

"Jangan terpengaruh, itu hanya ancaman belaka. Tidak ada sangkut pautnya pengusutan kasus korupsi dengan ancaman kemerdekaan Papua," kata Zulkarnaen kembali menirukan pihak di Papua yang mendukung KPK mengusut kasus korupsi di Bumi Cendrawasih itu.

Namun, Zulkarnaen mengakui, bahwa mengusut kasus-kasus korupsi di KPK bukan pekerjaan yang mudah. Jauhnya jarak yang ditempuh , biaya yang tak sedikit, dan kekurangan SDM membuat KPK sulit untuk merealisasikan upaya pemberantasan korupsi di sana.

"Ya bayangkan saja, penyidik kita itu sedikit. Untuk melakukan pengusutan kasus di sana, banyak penyidik yang dikirim dan memerlukan waktu lama. Kalau seperti itu, ada banyak kasus-kasus korupsi lainnya yang sedang ditangani menjadi terbengkalai," kata Zulkarnaen.

Untuk diketahui, jumlah pegawai KPK mencapai 700 orang. Sedangkan jumlah penyidik dan jaksa rata-rata berjumlah 70 orang. Kesemuanya itu berasal dari kepolisian untuk penyidik dan kejaksaan untuk jaksa.

Dalam mengusut kasus korupsi di daerah, khususnya Papua, KPK setidaknya pernah mengusut korupsi di tiga kabupaten yakni Supiori, Boven Digul dan Yapen Waropen.

Wakil ketua KPK Zulkarnaen menirukan ancaman separatis dari oknum-oknum yang terindikasi terlibat kasus Korupsi di Papua.
Dalam keterangannya kepada pers di Jakarta Senin (16/7/ 2012) Zulkarnaen mengatakan pihaknya tetap serius mengungkap dan menyeret para pelaku korupsi di Papua, apapun resikonya. Apalagi fakta lapangan saat Zulkarnaen dan rekan-rekan KPK lainnya datang ke Papua untuk menghadiri seminar, masyarakat Papua justru mendukung mereka mengusut kasus korupsi di Papua.
“Jadi jangan terpengaruh. Itu hanya ancaman belaka. Tidak ada sangkut pautnya pengusutan kasus korupsi dengan ancaman kemerdekaan Papua,” ujar Zulkarnaen. Namun ia mengakui pengusutan kasus korupsi di Papua bukan perkara mudah.
Ada tiga faktor yang menjadi ganjalan bagi KPK untuk mengusut kasus-kasus korupsi di Papua, yaitu jarak yang jauh, biaya yang tidak sedikit, dan keterbatasan sumber daya manusia KPK di wilayah terkait.
“Bayangkan saja, penyidik kami itu sedikit. Sementara untuk melakukan pengusutan kasus di sana, KPK harus mengirim banyak penyidik. Proses pengusutan pun memerlukan waktu lama. Kalau seperti itu, banyak kasus-kasus korupsi lain yang sedang ditangani KPK menjadi terbengkalai,” terang Zulkarnaen.

Prestasi Pengusutan Kasus Korupsi di Papua
Selama Tahun 2011, sudah ada sekitar 50 kasus korupsi di tanah Papua yang siap diusut. Tahun sebelumnya ada 22 kasus korupsi yang ditangani dengan total kerugian negara sebesar Rp 20.126.617.309, sementara tahun 2009 kasus korupsi yang ditangani bernilai Rp 14.978.998.657. Dari total kerugian tersebut baru sekitar Rp 3,4 milyar uang negara yang diselamatkan.
Sedangkan perkembangan penanganan korupsi tahun ini (2012) belum ada laporan resmi mengenai hal tersebut. Johan Budi (Juru Bicara KPK) hanya mengatakan KPK sama sekali tidak mengesampingkan Papua dalam upaya pemberantasan korupsi. KPK sudah menangani beberapa kasus korupsi yang melibatkan penyelenggara negara dari Papua.
“Ada sekitar tiga kasus yang ditangani KPK, yaitu kasus korupsi di Kabupaten Boven Digul, Kabupaten Supiori, dan Kabupaten Yapen Waropen,” ucap Johan. Dengan kata lain, imbuhnya, keterbatasan dan kesulitan mengusut kasus korupsi di Papua bukan halangan bagi KPK.
Terbukti tiga kasus di atas, kata Johan, menunjukan bahwa KPK tetap berusaha menjadikan Papua sebagai wilayah yang bebas korupsi. Selain itu, KPK memang telah bertekad untuk membersihkan praktik korupsi mulai dari Sabang hingga Merauke.
Modus korupsi di daerah (termasuk Papua) menurut seorang pejabat KPK (M. Jasin) kebanyakan berupa penyalahgunaan APBD dan APBD, yaitu berupa bantuan sosial fiktif, penggelembungan harga, dan mengubah spesifikasi teknik dalam pengadaan barang dan jasa.
Ancaman Separatisme
Boleh jadi ancaman merdeka (separatisme) dijadikan senjata bagi para koruptor di Papua. Jika itu benar, kita patut menyayangkannya, karena para pelaku korupsi tentu saja para pejabat daerah yang memiliki akses terhadap pengelolaan keuangan negara.
“Kalau KPK mengusut kasus kami, kami akan memerdekakan diri.” Kira-kira itulah senjata yang akan mereka mainkan jika kasus mereka terendus aparat penegak hukum.
Mental seperti itu tentu saja akan berpengaruh terhadap merajalelanya korupsi di Papua. Dampak ikutannya adalah kebijakan otonomi khusus tidak akan berjalan maksimal, bahkan terancam gagal. Otsus gagal, itulah tujuan para aktivis Papua merdeka, supaya ada alasan bagi mereka untuk meminta referendum ulang.
Di pihak lain, hanya sedikit aktivis Papua yang konsen terhadap masalah korupsi. Ironisnya, yang sedikit itu justru menjadi bulan-bulanan aparat keamanan. Hal itu tampak dari pernyataan Michael Rumaropen, aktivis Komunitas Adat Papua Anti Korupsi (Kampak) Papua sebagaimana dilansir Kompas.com Jumat (11/11/2011).
“Kita berusaha mengungkap korupsi di Papua, tetapi malah dikejar-kejar aparat yang didorong oleh elite politik yang korup,” kata Rumaropen.
Mari kita dorong KPK untuk tetap intens menangani kasus korupsi di Papua, apapun tantangannya, apapun ancamannya. Sekaligus juga kita dorong generasi muda Papua untuk memiliki kepedulian terhadap masalah korupsi di daerahnya. Jangan hanya mengurusi masalah status politik wilayah Papua, tetapi melupakan korupsi yang merupakan virus bagi upaya mensejahterakan rakyat di Papua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar