Selasa, 17/07/2012 05:33 WIB
Jakarta Pimpinan KPK mengakui untuk mengusut kasus
korupsi di daerah apalagi dengan kategori daerah terluar, memiliki
tingkat kesulitan yang lebih tinggi dibanding perkara di tingkat pusat.
Banyak kendala yang harus dihadapi KPK.
Terkait
kendala pengusutan kasus di daerah ini, Wakil Ketua KPK Zulkarnaen
mengakui, pihaknya pernah mendapat ancaman memisahkan diri dari NKRI
(Negara Kesatuan Republik Indonesia) dari sejumlah oknum yang
terindikasi terlibat korupsi. Dia mencontohkan KPK pernah mendapat
ancaman semacam itu di wilayah di Papua.
"Kalau KPK mengusut
kasus kami, kami merdeka," kata Zulkarnaen menirukan ancaman dari pihak
yang terlibat korupsi di Papua, Selasa (16/7/2012).
Namun,
Zulkarnaen mengaku bahwa pihaknya tak terpengaruh dengan ancaman itu.
Apalagi, ada juga warga di Papua yang mendukung KPK untuk melakukan
pemberantasan korupsi di daerah itu.
"Jangan terpengaruh, itu
hanya ancaman belaka. Tidak ada sangkut pautnya pengusutan kasus
korupsi dengan ancaman kemerdekaan Papua," kata Zulkarnaen kembali
menirukan pihak di Papua yang mendukung KPK mengusut kasus korupsi di
Bumi Cendrawasih itu.
Namun, Zulkarnaen mengakui, bahwa mengusut
kasus-kasus korupsi di KPK bukan pekerjaan yang mudah. Jauhnya jarak
yang ditempuh , biaya yang tak sedikit, dan kekurangan SDM membuat KPK
sulit untuk merealisasikan upaya pemberantasan korupsi di sana.
"Ya
bayangkan saja, penyidik kita itu sedikit. Untuk melakukan pengusutan
kasus di sana, banyak penyidik yang dikirim dan memerlukan waktu lama.
Kalau seperti itu, ada banyak kasus-kasus korupsi lainnya yang sedang
ditangani menjadi terbengkalai," kata Zulkarnaen.
Untuk
diketahui, jumlah pegawai KPK mencapai 700 orang. Sedangkan jumlah
penyidik dan jaksa rata-rata berjumlah 70 orang. Kesemuanya itu berasal
dari kepolisian untuk penyidik dan kejaksaan untuk jaksa.
Dalam
mengusut kasus korupsi di daerah, khususnya Papua, KPK setidaknya
pernah mengusut korupsi di tiga kabupaten yakni Supiori, Boven Digul
dan Yapen Waropen.
Wakil ketua KPK Zulkarnaen menirukan ancaman separatis dari oknum-oknum yang terindikasi terlibat kasus Korupsi di Papua.
Dalam keterangannya kepada pers di Jakarta Senin (16/7/ 2012)
Zulkarnaen mengatakan pihaknya tetap serius mengungkap dan menyeret
para pelaku korupsi di Papua, apapun resikonya. Apalagi
fakta lapangan saat Zulkarnaen dan rekan-rekan KPK lainnya datang ke
Papua untuk menghadiri seminar, masyarakat Papua justru mendukung
mereka mengusut kasus korupsi di Papua.
“Jadi jangan terpengaruh. Itu hanya ancaman belaka. Tidak ada sangkut
pautnya pengusutan kasus korupsi dengan ancaman kemerdekaan Papua,”
ujar Zulkarnaen. Namun ia mengakui pengusutan kasus korupsi di Papua
bukan perkara mudah.
Ada tiga faktor yang menjadi ganjalan bagi KPK untuk mengusut
kasus-kasus korupsi di Papua, yaitu jarak yang jauh, biaya yang tidak
sedikit, dan keterbatasan sumber daya manusia KPK di wilayah terkait.
“Bayangkan saja, penyidik kami itu sedikit. Sementara untuk melakukan
pengusutan kasus di sana, KPK harus mengirim banyak penyidik. Proses
pengusutan pun memerlukan waktu lama. Kalau seperti itu, banyak
kasus-kasus korupsi lain yang sedang ditangani KPK menjadi
terbengkalai,” terang Zulkarnaen.
Prestasi Pengusutan Kasus Korupsi di Papua
Selama Tahun 2011, sudah ada sekitar 50 kasus korupsi di tanah Papua
yang siap diusut. Tahun sebelumnya ada 22 kasus korupsi yang ditangani
dengan total kerugian negara sebesar Rp 20.126.617.309, sementara tahun
2009 kasus korupsi yang ditangani bernilai Rp 14.978.998.657. Dari
total kerugian tersebut baru sekitar Rp 3,4 milyar uang negara yang
diselamatkan.
Sedangkan perkembangan penanganan korupsi tahun ini (2012) belum ada
laporan resmi mengenai hal tersebut. Johan Budi (Juru Bicara KPK) hanya
mengatakan KPK sama sekali tidak mengesampingkan Papua dalam upaya
pemberantasan korupsi. KPK sudah menangani beberapa kasus korupsi yang
melibatkan penyelenggara negara dari Papua.
“Ada sekitar tiga kasus yang ditangani KPK, yaitu kasus korupsi di
Kabupaten Boven Digul, Kabupaten Supiori, dan Kabupaten Yapen Waropen,”
ucap Johan. Dengan kata lain, imbuhnya, keterbatasan dan kesulitan
mengusut kasus korupsi di Papua bukan halangan bagi KPK.
Terbukti tiga kasus di atas, kata Johan, menunjukan bahwa KPK tetap
berusaha menjadikan Papua sebagai wilayah yang bebas korupsi. Selain
itu, KPK memang telah bertekad untuk membersihkan praktik korupsi mulai
dari Sabang hingga Merauke.
Modus korupsi di daerah (termasuk Papua) menurut seorang pejabat KPK
(M. Jasin) kebanyakan berupa penyalahgunaan APBD dan APBD, yaitu berupa
bantuan sosial fiktif, penggelembungan harga, dan mengubah spesifikasi
teknik dalam pengadaan barang dan jasa.
Ancaman Separatisme
Boleh jadi ancaman merdeka (separatisme) dijadikan senjata bagi para
koruptor di Papua. Jika itu benar, kita patut menyayangkannya, karena
para pelaku korupsi tentu saja para pejabat daerah yang memiliki akses
terhadap pengelolaan keuangan negara.
“Kalau KPK mengusut kasus kami, kami akan memerdekakan diri.” Kira-kira itulah senjata yang akan mereka mainkan jika kasus mereka terendus aparat penegak hukum.
Mental seperti itu tentu saja akan berpengaruh terhadap merajalelanya
korupsi di Papua. Dampak ikutannya adalah kebijakan otonomi khusus
tidak akan berjalan maksimal, bahkan terancam gagal. Otsus gagal,
itulah tujuan para aktivis Papua merdeka, supaya ada alasan bagi mereka
untuk meminta referendum ulang.
Di pihak lain, hanya sedikit aktivis Papua yang konsen terhadap masalah
korupsi. Ironisnya, yang sedikit itu justru menjadi bulan-bulanan
aparat keamanan. Hal itu tampak dari pernyataan Michael Rumaropen,
aktivis Komunitas Adat Papua Anti Korupsi (Kampak) Papua sebagaimana
dilansir Kompas.com Jumat (11/11/2011).
“Kita berusaha mengungkap korupsi di Papua, tetapi malah dikejar-kejar
aparat yang didorong oleh elite politik yang korup,” kata Rumaropen.
Mari kita dorong KPK untuk tetap intens menangani kasus korupsi di
Papua, apapun tantangannya, apapun ancamannya. Sekaligus juga kita
dorong generasi muda Papua untuk memiliki kepedulian terhadap masalah
korupsi di daerahnya. Jangan hanya mengurusi masalah status politik
wilayah Papua, tetapi melupakan korupsi yang merupakan virus bagi upaya
mensejahterakan rakyat di Papua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar