Sabtu, 21/07/2012 14:20 WIB
Jakarta
Partai Nasional Demokrat (NasDem) telah menggaet 37 anggota DPR dari
berbagai parpol untuk berlaga di Pilpres 2014. Anggota FPD DPR yang
berencana memperkuat NasDem di Pemilu 2014 diminta segera mundur.
"Kalau
mau masuk NasDem ya keluar dari sekarang supaya diganti yang lain, saya
kira sudah balik modal dia lah. Mudah-mudahan tidak ada yang dari
Demokrat, tapi kalau ada harus segera mundur," desak Wakil Ketua FPD DPR
Sutan Bhatoegana.
Hal ini disampaikan Sutan kepada detikcom,
Sabtu (21/7/2012).
Menurut Sutan, sebagai politisi harus punya
komitmen dan konsistensi. Tidak boleh sembarangan menjadi kutu loncat.
"jangan
kalau ada yang enak loncat, rusaknya partai itu gara-gara kutu loncat,
rusaknya kepala kan gara-gara kutu," protes Sutan.
Sutan sendiri
mengaku tidak ditawari menjadi anggota DPR dari NasDem. Dia juga tak mau
tergiur dengan tawaran modal caleg Rp 10 miliar dari NasDem.
"Saya
tidak mau teriming-imingi karena rupiah karena yang bikin rusak
politisi kan itu kan uang. Menurut saya jangan mengkhianati partai yang
membawa kita ke parlemen. Keluar saja dari sekarang jangan jadi
pengkhianat. Untuk saya lebih bagus di Partai Demokrat sampai partai ini
bubar sampai finish sampai saat-saat terakhir saya di situ dan akan
saya buktikan," pungkasnya.
Indonesia dan Papua Nugini (PNG) memang belum menjalin kerjasama
ekstradisi buronan. Namun demikian masih ada jalur-jalur diplomatik yang
bisa diupayakan untuk memulangkan Djoko Tjandra dari kini menjadi warga
di negara itu.
Demikian jawab Menlu Marty Natalagewa ditanya
mengenai upaya pulangkan buronan kasus Bank Bali, Djoko Tjandra, dari
PNG. Hal ini dia sampaikan dalam keterangan pers di Kantor Kemenlu, Jl
Pejambon, Jakarta, Sabtu (21/7/2012).
"Kita terus perjuangkan.
Bagimanapun, siapapun, apapun, yang sedang ada kasus, mesin diplomasi
akan terus kita upayakan," ujar Marty.
Jajaran Kemenlu terus
menjalin komunikasi dengan pemerintah PNG untuk mengupayakan pemulangan
Djoko Tjandra. Khusus untuk mengkonfirmasikan apakah memang buronan
kasus Bank Bali tersebut memang benar telah resmi menjadi warga negara
PNG.
Termasuk kemungkinan bahwa pemerintah PNG mendapatkan
dokumen palsu untuk pengajuan kewarganegaraan tersebut. Sebab sebenarnya
Djoko Tjandra telah menjadi buronan interpol yang tentunya datanya
sudah disebarkan ke semua negara.
Djoko Tjandra merupakan buron
dalam kasus (hak tagih) cessie Bank Bali yang bermula pada 11 Januari
1999. Pada saat itu disusun perjanjian pengalihan tagihan piutang antara
Bank Bali yang diwakili Rudy Ramli dan Rusli Suryadi dengan Djoko
Tjandra selaku Direktur Utama PT Persada Harum Lestari, mengenai tagihan
utang Bank Bali terhadap Bank Tiara sebesar Rp38 miliar. Pembayaran
utang kepada Bank Bali diputuskan dilakukan selambat-lambatnya pada
tanggal 11 Juni 1999.
Selain soal tagihan utang Bank Bali
terhadap Bank Tiara, disusun pula perjanjian pengalihan tagihan utang
antara Bank Bali dengan Djoko Tjandra mengenai tagihan piutang Bank Bali
terhadap Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) dan Bank Umum Nasional
(BUN) sebesar lebih dari Rp 798 miliar. Pembayaran utang kepada Bank
Bali diputuskan dilakukan selambat-lambatnya 3 bulan setelah perjanjian
itu dibuat. Untuk perjanjian tagihan utang yang kedua ini, Joko Tjandra
berperan selaku Direktur PT Era Giat Prima.
Djoko diduga
meninggalkan Indonesia dengan pesawat carteran dari Bandara Halim
Perdanakusumah di Jakarta ke Port Moresby pada 10 Juni 2009, hanya satu
hari sebelum Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan keputusan atas perkaranya.
MA menyatakan Djoko Tjandra bersalah dan harus membayar denda Rp 15
juta serta uangnya di Bank Bali sebesar Rp 54 miliar dirampas untuk
negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar