Minggu, 22 Juli 2012

Keputusan Hakim Salah Fatal



ADA tiga hakim yang menyidangkan kasus Gubernur Bali menggugat Bali Post. Ketiganya adalah Amser Simanjutak, IGAB Komang Wijaya Adhi dan Nursyam. Keputusan mereka; yang meminta Bali Post minta maaf disorot sejumlah akademisi dan pemerhati hukum.

Adalah Jonh Korasa dari Lembaga Bantuan Hukum Himpunan Penerus Perjuangan Pembela Tanah Air (LBH-HPP-PETA) Cabang Bali, yang mengkritisi keputusan tersebut. Korasa menyatakan sangat setuju dengan pendapat Sudhiantara dan Suryatin (keduanya kuasa hukum Bali Post) bahwa dalam hukum acara perdata hakim harus bersifat pasif. ''Dalam kasus Bali Post, semestinya hakim bersifat pasif. Selama undang-undang hukum acara perdata belum diubah, maka hakim tidak boleh melakukan terobosan hukum. Hakim hanya boleh memutus sesuai dengan apa yang diminta oleh Petitum atau penggugat,'' jelas ketua LBH-HPP-PETA tersebut.

Dalam hal ini, katanya, Gubernur Bali selaku penggugat tidak pernah minta supaya Bali Post meminta maaf. Tetapi majelis hakim yang dipimpin Amser Simanjutak justru melakukan terobosan dengan menyuruh Bali Post minta maaf. ''Ini bukan acara pidana. Dari kacamata saya, sangat besar dan fatal kesalahan dari majelis hakim yang dimpimpin Amser Simanjutak,'' tandas Jonh Korasa, sembari menyindir bahwa hakim senior itu ''lupa'' membaca hukum acara perdata.

Ia menambahkan, dalam UU sudah disebutkan bahwa hakim tidak boleh memutuskan di luar daripada yang diminta penggugat. Karena itu, ia meminta sudah saatnya Komisi Yudisial (KY) mengambil tindakan terhadap hakim yang sudah melakukan penyimpangan hukum acara perdata. ''Lha, kalau sudah hakim menyimpang, siapa lagi yang kita andalkan. Bagaimana penegakan hukum di Indonesia, jika hakim sudah keluar dari hukum acara,'' kritiknya.

Terkait dengan putusan kasus Gubernur Bali menggugat Bali Post, Jonh Korasa berpendapat sudah semestinya KY menurunkan tim investigator untuk melakukan pemeriksaan hakim. ''Ini persoalan yang besar bagi saya, apalagi menjadi sorotan publik,'' jelasnya.



UU Pers

Sebelumnya, ketua majelis hakim yang menangani kasus ini, Amser Simanjutak, menjelaskan bahwa keputusan itu sudah atas pendapat majelis. ''Ya, itulah pendapat majelis. Jadi terserah pendapat mereka, mau bagaimana. Silakan banding,'' katanya.

Lantas, bagaimana soal Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) yang pada intinya meminta hakim menggunakan UU Pers dalam penanganan sengketa jurnalistik? Amser Simanjutak yang juga Humas PN Denpasar menegaskan bahwa dalam perkara gugatan Gubernur Bali lawan Bali Post, majelis hakim sudah menggunakan UU Pers. ''Kita sudah gunakan Undang-undang Pers, bahkan juga gunakan Undang-undang Keterbukaan Informasi,'' jelas Amser.

Dia mengatakan, jika hakim mengabaikan UU Pers itu tidak benar adanya. ''Semua (ada) dalam keputusan sudah dijelaskan. Jadi UU Pers dan Keterbukaan Informasi sudah diterapkan,'' katanya. (kmb)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar