JAKARTA - Markas Besar Polri terkesan sangat tertutup
saat ditanya mengenai status hukum mantan Kepala Korlantas Polri,
Inspektur Jenderal DS. Pasalnya, DS saat ini menjabat Gubernur Akpol
Semarang, tempat sekolah para perwira tinggi Polri. Namun, kini
Jenderal Bintang Dua itu menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi
proyek pengadaan simulator kemudi motor dan mobil senilai Rp196,87
miliar yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Saat ditanya apakah DS pernah diperiksa di Bareskrim terkait kasus yang
ditangani KPK, Kepala Divisi Humas Polri, Inspektur Jenderal Anang
Iskandar tidak dapat menjelaskan secara detail.
"Pokoknya kita sudah periksa 33 saksi yang terkait dalam kasus itu," jawab Anang dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (31/7).
Anang juga tidak menjelaskan status DS sebagai Gubernur Akpol tersebut
apakah akan dimutasi atau tidak setelah terjerat kasus hukum.
"Itu efek saja. Kita kan juga belum tahu. Kita lihat nanti," tuturnya singkat.
Anang menyatakan pihaknya akan memberi bantuan hukum pada Irjen DS.
Namun, belum diketahui seperti apa berbentuk bantuan tersebut. "Bisa
bantuan melalui divisi hukum ya," jelasnya.
Di sisi lain, imbuh dia, Polri akan tetap mendukung KPK untuk menuntaskan kasus tersebut.(
Selasa, 31 Juli 2012
Senin, 30 Juli 2012
Kasus Suap Bupati Buol Hartati Murdaya Akui Amran Minta Rp 3 M
Jakarta (Bali Post) -
Siti Hartati Cakra Murdaya mulai mengungkap sedikit soal kasus yang membelit Bupati Buol Amran Batalipu. Sebelum menemui penyidik KPK, Senin (30/7) kemarin, Hartati mengaku ada telepon dari Bupati Amran yang meminta uang sebesar Rp 3 miliar. ''Amran minta Rp 3 miliar, di telepon ada itu, setahu saya dikasih Rp 1 miliar,'' ungkap Hartati dan menambahkan bahwa ia memiliki rekaman pembicaraan tersebut.
Pemilik PT Hardaya Inti Plantation (HIP) dan PT Citra Cakra Murdaya (CCM) itu kembali mendatangi KPK sebagai saksi kasus dugaan suap penerbitan HGU perkebunan di Buol, Sulawesi Tengah. ''Saya ingin kasi penjelasan sejelas-jelasnya, kemarin ada yang belum disampaikan,'' kata Hartati Murdaya, Senin kemarin.
Hartati yang juga anggota Dewan Pembina Partai Demokrat tersebut datang ke KPK didampingi Ketua Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum Partai Demokrat Denny Kailimang. Pada pemeriksaan di KPK, Jumat (27/7) lalu, Hartati mengaku bahwa ia tidak mengetahui mengenai bantuan dana kepada Bupati Buol Amran Batalipu. ''Saya sudah jelaskan itu soal pemilukada. Itu saya enggak tahu,'' kata Hartati seusai diperiksa KPK pada Jumat (27/7) selama 12 jam.
Ia malah mengungkapkan bahwa Amran yang meminta uang sebesar Rp 3 miliar. ''Amran minta Rp 3 miliar, di telepon ada itu, setahu saya dikasih Rp 1 miliar, tetapi saya tidak kasih,'' ungkap Hartati dan menambahkan bahwa ia memiliki rekaman pembicaraan tersebut.
Menurut Hartati, uang tersebut bukan digunakan untuk pilkada melainkan demi mengatasi masalah keamanan. ''Jadi pilkada itu saya tidak jelas apa, tetapi yang jadi tekanannya adalah masalah keamanan, jadi kita bicara itu,'' tambah Hartati.
Hartati adalah pemilik PT HIP dan PT CCM yang beroperasi di Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah sejak 1995. KPK hingga saat ini baru menetapkan tiga tersangka dalam kasus tersebut yaitu Gondo Sudjono dan Yani Anshori yang tertangkap dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada akhir Juni serta Amran Batalipu yang ditangkap pada 6 Juli 2012.
Namun sejak 28 Juni, KPK juga sudah mencegah Hartarti Murdaya ditambah para pegawai PT HIP yaitu Totok Lestiyo, Sukirno, Bernard, Seri Sirithorn dan Arim dan Kirana Wijaya dari PT
Siti Hartati Cakra Murdaya mulai mengungkap sedikit soal kasus yang membelit Bupati Buol Amran Batalipu. Sebelum menemui penyidik KPK, Senin (30/7) kemarin, Hartati mengaku ada telepon dari Bupati Amran yang meminta uang sebesar Rp 3 miliar. ''Amran minta Rp 3 miliar, di telepon ada itu, setahu saya dikasih Rp 1 miliar,'' ungkap Hartati dan menambahkan bahwa ia memiliki rekaman pembicaraan tersebut.
Pemilik PT Hardaya Inti Plantation (HIP) dan PT Citra Cakra Murdaya (CCM) itu kembali mendatangi KPK sebagai saksi kasus dugaan suap penerbitan HGU perkebunan di Buol, Sulawesi Tengah. ''Saya ingin kasi penjelasan sejelas-jelasnya, kemarin ada yang belum disampaikan,'' kata Hartati Murdaya, Senin kemarin.
Hartati yang juga anggota Dewan Pembina Partai Demokrat tersebut datang ke KPK didampingi Ketua Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum Partai Demokrat Denny Kailimang. Pada pemeriksaan di KPK, Jumat (27/7) lalu, Hartati mengaku bahwa ia tidak mengetahui mengenai bantuan dana kepada Bupati Buol Amran Batalipu. ''Saya sudah jelaskan itu soal pemilukada. Itu saya enggak tahu,'' kata Hartati seusai diperiksa KPK pada Jumat (27/7) selama 12 jam.
Ia malah mengungkapkan bahwa Amran yang meminta uang sebesar Rp 3 miliar. ''Amran minta Rp 3 miliar, di telepon ada itu, setahu saya dikasih Rp 1 miliar, tetapi saya tidak kasih,'' ungkap Hartati dan menambahkan bahwa ia memiliki rekaman pembicaraan tersebut.
Menurut Hartati, uang tersebut bukan digunakan untuk pilkada melainkan demi mengatasi masalah keamanan. ''Jadi pilkada itu saya tidak jelas apa, tetapi yang jadi tekanannya adalah masalah keamanan, jadi kita bicara itu,'' tambah Hartati.
Hartati adalah pemilik PT HIP dan PT CCM yang beroperasi di Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah sejak 1995. KPK hingga saat ini baru menetapkan tiga tersangka dalam kasus tersebut yaitu Gondo Sudjono dan Yani Anshori yang tertangkap dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada akhir Juni serta Amran Batalipu yang ditangkap pada 6 Juli 2012.
Namun sejak 28 Juni, KPK juga sudah mencegah Hartarti Murdaya ditambah para pegawai PT HIP yaitu Totok Lestiyo, Sukirno, Bernard, Seri Sirithorn dan Arim dan Kirana Wijaya dari PT
Minggu, 29 Juli 2012
Kasus Dugaan Korupsi Mantan Bupati Bagiada Hari Ini Diperiksa
Singaraja (Bali Post) -Baru sepekan lengser dari jabatan Bupati
Buleleng, Putu Bagiada, Senin (30/7) hari ini diperiksa Kejaksaan
Negeri Singaraja. Bagiada diperiksa penyidik terkait kasus dugaan
korupsi upah pungut Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Informasi yang diperoleh Kejari menyebutkan bahwa pihak Kejari sudah mengirimkan surat panggilan kepada Putu Bagiada. Surat panggilan tertanggal 25 Juli 2012 itu ditandatangani langsung oleh Kepala Kejari Singaraja IGN Subawa, S.H.
Surat panggilan bernomor SP-10/P.1.11/Fd.1/07/2012 itu ditujukan kepada Drs. Putu Bagiada, M.M. di Puri Celuk Buluh, Dusun Celuk Buluh Desa Kalibukbuk Kecamatan Buleleng. Dalam surat panggilan itu disebutkan bahwa Bagiada diminta kedatangannya untuk menghadap penyidik I Gde Eka Haryana, S.H. dan I Wayan Suardi, S.H. Bagiada diminta datang pukul 09.00 wita sampai 16.00 wita untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi dalam perkara tindak pidana korupsi penyalahgunaan biaya pemungutan PBB di Kabupaten Buleleng.
Kepala Kejari Singaraja IGN Subawa, S.H., Minggu (29/7) kemarin, membenarkan pihaknya melayangkan surat panggilan kepada mantan Bupati Bagiada untuk diperiksa terkait kasus tindak pidana korupsi penyalahgunaan biaya pemungutan PBB. Bagiada diperiksa sebagai saksi karena pada saat menjadi bupati dia mengelurkan SK yang berisi persentase pembagian dana upah pungut kepada bupati, wakil bupati, sekkab, Kadispenda, dan petugas di Dispenda.
''Ya, kami periksa Bagiada sebagai saksi untuk ditanyai masalah upah pungut tersebut, antara lain soal SK yang dikeluarkan Bupati,'' katanya.
Kasus dugaan korupsi pembagian upah pungut PBB di Dispenda Buleleng senilai sekitar Rp 4 miliar itu mulai diselidiki Kejari sejak beberapa bulan lalu. Terkait kasus itu, sejumlah pejabat penting disebut-sebut menerima pembagian upah pungut dengan persentase yang berbeda-beda. Dalam SK sebelumnya, Bupati mendapatkan pembagian 40 persen dan Wakil Bupati yang saat itu dijabat oleh Gede Wardana tak mendapatkan persentase sama sekali. Lalu, saat Wabup Buleleng dijabat Arga Pynatih, Bupati menerbitkan SK baru. Dalam SK terbaru itu Wakil Bupati diberi jatah 15 persen. Untuk mendapatkan 15 persen itu, bagian Bupati dikurangi 10 persen dan bagian Kadispenda juga dikurangi sebesar Rp 5 persen. Dengan demikian jatah Bupati dalam SK terbaru itu menjadi 30 persen, Kadispenda 20 persen, Wabup 15 persen, Sekda 10 persen, staf Dinas Pendapatan sebesar 15 persen, dan dana oprasional 10 persen. (kmb15)
Informasi yang diperoleh Kejari menyebutkan bahwa pihak Kejari sudah mengirimkan surat panggilan kepada Putu Bagiada. Surat panggilan tertanggal 25 Juli 2012 itu ditandatangani langsung oleh Kepala Kejari Singaraja IGN Subawa, S.H.
Surat panggilan bernomor SP-10/P.1.11/Fd.1/07/2012 itu ditujukan kepada Drs. Putu Bagiada, M.M. di Puri Celuk Buluh, Dusun Celuk Buluh Desa Kalibukbuk Kecamatan Buleleng. Dalam surat panggilan itu disebutkan bahwa Bagiada diminta kedatangannya untuk menghadap penyidik I Gde Eka Haryana, S.H. dan I Wayan Suardi, S.H. Bagiada diminta datang pukul 09.00 wita sampai 16.00 wita untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi dalam perkara tindak pidana korupsi penyalahgunaan biaya pemungutan PBB di Kabupaten Buleleng.
Kepala Kejari Singaraja IGN Subawa, S.H., Minggu (29/7) kemarin, membenarkan pihaknya melayangkan surat panggilan kepada mantan Bupati Bagiada untuk diperiksa terkait kasus tindak pidana korupsi penyalahgunaan biaya pemungutan PBB. Bagiada diperiksa sebagai saksi karena pada saat menjadi bupati dia mengelurkan SK yang berisi persentase pembagian dana upah pungut kepada bupati, wakil bupati, sekkab, Kadispenda, dan petugas di Dispenda.
''Ya, kami periksa Bagiada sebagai saksi untuk ditanyai masalah upah pungut tersebut, antara lain soal SK yang dikeluarkan Bupati,'' katanya.
Kasus dugaan korupsi pembagian upah pungut PBB di Dispenda Buleleng senilai sekitar Rp 4 miliar itu mulai diselidiki Kejari sejak beberapa bulan lalu. Terkait kasus itu, sejumlah pejabat penting disebut-sebut menerima pembagian upah pungut dengan persentase yang berbeda-beda. Dalam SK sebelumnya, Bupati mendapatkan pembagian 40 persen dan Wakil Bupati yang saat itu dijabat oleh Gede Wardana tak mendapatkan persentase sama sekali. Lalu, saat Wabup Buleleng dijabat Arga Pynatih, Bupati menerbitkan SK baru. Dalam SK terbaru itu Wakil Bupati diberi jatah 15 persen. Untuk mendapatkan 15 persen itu, bagian Bupati dikurangi 10 persen dan bagian Kadispenda juga dikurangi sebesar Rp 5 persen. Dengan demikian jatah Bupati dalam SK terbaru itu menjadi 30 persen, Kadispenda 20 persen, Wabup 15 persen, Sekda 10 persen, staf Dinas Pendapatan sebesar 15 persen, dan dana oprasional 10 persen. (kmb15)
Jumat, 27 Juli 2012
Megawati : Pemerintah Tidak Serius Urus Ketahanan Pangan
Jakarta, Seruu.com - Presiden kelima RI, Megawati Soekarnoputri
mempertanyakan keseriusan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
saat ini dalam memperkuat ketahanan pangan. Sebab, untuk urusan kedelai
pun pemerintah kedodoran.
Hal itu disampaikan Megawati kepada wartawan di sela-sela acara buka puasa bersama di DPP PDIP Lenteng Agung Jakarta Selatan, Jumat (27/7). "Pemerintah tidak secara serius melakukan ketahanan pangan untuk Indonesia," ucap Megawati.
Ketua Umum PDI Perjuangan itu pun mencontohkan saat dirinya menjadi presiden sudah mencanangkan program swasembada pangan. "Harusnya itu bisa terealisasi pada saat sekarang ini," ucapnya.
Menurutnya, Indonesia akan sulit terlepas dari ketergantungan dari negara lain dalam hal pangan jika tidak serius melakukan upaya swasembada pengan. Saat ini saja, katanya, banyak komoditas pertanian justru diimpor dari negara lain.
"Bagaimana kita akan bisa berswasembada kalau kita sendiri tidak melakukan suatu langkah kongkret? Hentikan impor bagi komoditi pertanian maupun pangan kita," cetusnya.
Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri menilai keputusan pemerintah membebaskan bea masuk impor kedelai hingga Desember 2012 belum menyelesaikan persoalan krisis kedelai.
"Pembebasan bea masuk impor kedelai akan membuat importir sesukanya mengimpor kedelai," kata Megawati Soekarnoputri usai buka puasa bersama di kantor DPP PDI Perjuangan, Jakarta, Jumat.
Menurut dia, jika importir bisa sesukanya mengimpor kedelai memang akan lebih banyak kedelai impor di pasar domestik, tapi hal ini membuat swasembada kedelai semakin sulit dicapai.
Ketahanan pangan, khususnya swasembada kedelai, baru akan terjadi jika produksi kedelai nasional bisa memenuhi kebutuhan, sehingga bisa mandiri.
"Kalau pemerintah serius, saya yakin ketahanan pangan akan bisa terwujud," katanya.
Presiden kelima Republik Indonesia itu menambahkan, kebijakan penghapusan bea masuk impor juga tidak menyentuh akar permasalahan, karena persoalan utama krisis kedelai saat ini adalah tidak mandirinya Indonesia pada produksi kedelai.
Berdasarkan data, Badan Pusat Statistik (BPS), kebutuhan kedelai nasional Indonesia sekitar 2,2 ton per tiga bulan, padahal produksi kedelai nasional sekitar 779 ton per tiga bulan, sehingga ada kekurangan sekitar 1,4 juta ton dipenuhi dengan cara impor yang sebagian besar dari Amerika Serikat.
Saat ini sedang terjadi musim kering di Amerika Serikat sehingga produksi kedelai menurun, menyebabkan harga kedelai di Indonesia meningkat berdampak pada produksi tahu dan tempe.
Hal itu disampaikan Megawati kepada wartawan di sela-sela acara buka puasa bersama di DPP PDIP Lenteng Agung Jakarta Selatan, Jumat (27/7). "Pemerintah tidak secara serius melakukan ketahanan pangan untuk Indonesia," ucap Megawati.
Ketua Umum PDI Perjuangan itu pun mencontohkan saat dirinya menjadi presiden sudah mencanangkan program swasembada pangan. "Harusnya itu bisa terealisasi pada saat sekarang ini," ucapnya.
Menurutnya, Indonesia akan sulit terlepas dari ketergantungan dari negara lain dalam hal pangan jika tidak serius melakukan upaya swasembada pengan. Saat ini saja, katanya, banyak komoditas pertanian justru diimpor dari negara lain.
"Bagaimana kita akan bisa berswasembada kalau kita sendiri tidak melakukan suatu langkah kongkret? Hentikan impor bagi komoditi pertanian maupun pangan kita," cetusnya.
Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri menilai keputusan pemerintah membebaskan bea masuk impor kedelai hingga Desember 2012 belum menyelesaikan persoalan krisis kedelai.
"Pembebasan bea masuk impor kedelai akan membuat importir sesukanya mengimpor kedelai," kata Megawati Soekarnoputri usai buka puasa bersama di kantor DPP PDI Perjuangan, Jakarta, Jumat.
Menurut dia, jika importir bisa sesukanya mengimpor kedelai memang akan lebih banyak kedelai impor di pasar domestik, tapi hal ini membuat swasembada kedelai semakin sulit dicapai.
Ketahanan pangan, khususnya swasembada kedelai, baru akan terjadi jika produksi kedelai nasional bisa memenuhi kebutuhan, sehingga bisa mandiri.
"Kalau pemerintah serius, saya yakin ketahanan pangan akan bisa terwujud," katanya.
Presiden kelima Republik Indonesia itu menambahkan, kebijakan penghapusan bea masuk impor juga tidak menyentuh akar permasalahan, karena persoalan utama krisis kedelai saat ini adalah tidak mandirinya Indonesia pada produksi kedelai.
Berdasarkan data, Badan Pusat Statistik (BPS), kebutuhan kedelai nasional Indonesia sekitar 2,2 ton per tiga bulan, padahal produksi kedelai nasional sekitar 779 ton per tiga bulan, sehingga ada kekurangan sekitar 1,4 juta ton dipenuhi dengan cara impor yang sebagian besar dari Amerika Serikat.
Saat ini sedang terjadi musim kering di Amerika Serikat sehingga produksi kedelai menurun, menyebabkan harga kedelai di Indonesia meningkat berdampak pada produksi tahu dan tempe.
Kamis, 26 Juli 2012
Resmi Tersangka KPK Duga Emir TerimaSuap 300 Ribu Dolar AS
Jakarta (Bali Post)-
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan secara resmi status tersangka kepada Wakil Ketua Komisi XI DPR Izedrik Emir Moeis dalam kasus dugaan korupsi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Taeahan Lampung tahun 2004 lalu. Emir diduga menerima suap atau hadiah sebesar 300 ribu dolar Amerika Serikat (AS) atau sekiar 2,8 miliar dari proyek senilai Rp 2,5 triliun itu.
''Hari ini KPK melakukan penggeledehan di tiga tempat, di Pondok Pinang PT AI (Alstom Indonesia), di Kalibata rumah IEM dan juga di Jagakarsa di rumah salah seorang yang kami juga geledah rumahnya,'' kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, Kamis (26/7) kemarin.
Penggeledahan rumah Ketua DPP PDIP bidang Keuangan dan Perbankan itu, sebagai tindaklanjut dikeluarkannya sprintdik (Surat Perintah Dimulainya Penyidikan) atas nama IEM (Izedrik Emir Moeis), anggota DPR 1999-2004, 2004-2009, yang saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka. Kasusnya adalah IEM diduga menerima hadiah atau janji terkait proyek PLTU di Tarahan pada 2004, kata Bambang.
Pada hari sama, Kepala Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK), M Yusuf menyatakan telah mengirimkan hasil analisa akan transaksi mencurigakan atas nama Emir Moeis. Bersamaan dengan penyampaian hasil analisa 10 orang dari Badan Anggaran (Banggar) DPR yang jumlah transaksinya mencapai 1.000. Sudah dalam proses penuntutan adalah WON, satu lagi yang kemarin ribut-ribut dengan Wamenkumham, sebutnya.
Sebelumnya Emir Moeis menemui pimpinan DPR, dia terima Wakil Ketua DPR Pramono Anung. Kepada Pramono Anung Wibowo, Emir mengaku heran disebut menerima suap terkait tender boiler PLTU Tarahan 2004. Saat tender, dia tak lagi di Komisi Energi, tetapi sudah ke Komisi Keuangan atau Komisi IX DPR saat itu.(kmb4/010)
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan secara resmi status tersangka kepada Wakil Ketua Komisi XI DPR Izedrik Emir Moeis dalam kasus dugaan korupsi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Taeahan Lampung tahun 2004 lalu. Emir diduga menerima suap atau hadiah sebesar 300 ribu dolar Amerika Serikat (AS) atau sekiar 2,8 miliar dari proyek senilai Rp 2,5 triliun itu.
''Hari ini KPK melakukan penggeledehan di tiga tempat, di Pondok Pinang PT AI (Alstom Indonesia), di Kalibata rumah IEM dan juga di Jagakarsa di rumah salah seorang yang kami juga geledah rumahnya,'' kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, Kamis (26/7) kemarin.
Penggeledahan rumah Ketua DPP PDIP bidang Keuangan dan Perbankan itu, sebagai tindaklanjut dikeluarkannya sprintdik (Surat Perintah Dimulainya Penyidikan) atas nama IEM (Izedrik Emir Moeis), anggota DPR 1999-2004, 2004-2009, yang saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka. Kasusnya adalah IEM diduga menerima hadiah atau janji terkait proyek PLTU di Tarahan pada 2004, kata Bambang.
Pada hari sama, Kepala Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK), M Yusuf menyatakan telah mengirimkan hasil analisa akan transaksi mencurigakan atas nama Emir Moeis. Bersamaan dengan penyampaian hasil analisa 10 orang dari Badan Anggaran (Banggar) DPR yang jumlah transaksinya mencapai 1.000. Sudah dalam proses penuntutan adalah WON, satu lagi yang kemarin ribut-ribut dengan Wamenkumham, sebutnya.
Sebelumnya Emir Moeis menemui pimpinan DPR, dia terima Wakil Ketua DPR Pramono Anung. Kepada Pramono Anung Wibowo, Emir mengaku heran disebut menerima suap terkait tender boiler PLTU Tarahan 2004. Saat tender, dia tak lagi di Komisi Energi, tetapi sudah ke Komisi Keuangan atau Komisi IX DPR saat itu.(kmb4/010)
Rabu, 25 Juli 2012
Sidang Paripura DPRD Bali Dihadiri Wagub
Denpasar (Bali Post) -
Sidang paripurna di DPRD Bali soal penyampaian Kepala Daerah tentang Ranperda Perubahan APBD 2012 dan Ranperda tentang Pencabutan Perda No. 2, 3 dan 4 Tahun 1974 tentang Bangunan-bangunan Gedung yang sempat ditunda dua kali karena Gubernur Bali masih menjalani pemeriksaan kesehatan di Singapura, dipastikan digelar Rabu (25/7) hari ini. Sidang rencananya dihadiri Wagub Puspayoga, karena kedatangan Gubernur masih belum bisa dipastikan.
Sekretaris DPRD Bali Pande Maliana, Selasa (24/7) kemarin memastikan sidang tidak akan ditunda lagi. Menurutnya, kalau Gubernur Bali belum bisa hadir masih ada Wakil Gubernur Bali Puspayoga yang menghadiri sidang tersebut yang juga selaku kepala daerah.
''Undangan sudah dikirim maka sidang harus berjalan besok (hari ini - red). Jadi tidak ada penundaan lagi. Masalah yang hadir kami sudah bersurat. Pimpinan di DPRD juga semua bisa hadir. Kalau ada yang mengundurkan harus kesepakatan bersama Banggar dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD),'' paparnya.
Sementara itu, pengamat hukum ketatanegaraan Cok Gde Atmaja mengatakan, pihak eksekutif dan legislatif harus berpacu dengan waktu dalam merealisasikan Perda APBD Perubahan tahun 2012 karena Oktober sudah harus ada realisasinya. Ditegaskannya, paling lambat minggu kedua Agustus APBD Perubahan harus sudah rampung dan ketok palu. Dengan demikian sidang ini tidak perlu ditunda-tunda lagi dengan alasan ketidakhadiran Gubernur.
Ditegaskannya, jika sidang ditunda terus maka akan terjadi stagnasi dalam tata kelola pemerintahan, sehingga ujung-ujungnya masyarakat yang dirugikan. Kalau memang alasannya Gubernur Bali belum bisa menghadiri sidang maka harus ada disposisi atau pelimpahan wewenang dari Gubernur Bali kepada Wagub A.A. Ngurah Puspayoga untuk penyampaian ranperda tersebut. ''Harus ada semacam disposisi atau pelimpahan wewenang kepada Wagub karena ini menyangkut kepentingan masyarakat dan program-program pembangunan,'' ujarnya.
Cok Atmaja menegaskan, jangan sampai ada anggapan Gubernur tidak melimpahkan kewenangannya kepada Wagub untuk menyampaikan ranperda tersebut karena ada nuansa kepentingan politik menyongsong perhelatan pilgub 2013 nanti. Ia juga mengamini jangan sampai ada upaya-upaya mengesampingkan peran Wagub karena Gubernur dan Wagub merupakan satu paket yang harus sinergi dalam mengelola pemerintahan.
Sementara itu, Karo Humas Sekda Bali Ketut Teneng memastikan sidang paripurna hari ini tidak dihadiri Gubernur Bali karena masih berada di Singapura dalam waktu yang belum bisa dipastikan, sehingga penyampaian ranperda tersebut rencananya akan dilakukan Wagub Puspayoga. ''Kalau Gubernur berhalangan otomatis Pak Wagub yang menyampaikan. Kami berharap sidang berjalan lancar,'' ujarnya. (kmb29)
Sidang paripurna di DPRD Bali soal penyampaian Kepala Daerah tentang Ranperda Perubahan APBD 2012 dan Ranperda tentang Pencabutan Perda No. 2, 3 dan 4 Tahun 1974 tentang Bangunan-bangunan Gedung yang sempat ditunda dua kali karena Gubernur Bali masih menjalani pemeriksaan kesehatan di Singapura, dipastikan digelar Rabu (25/7) hari ini. Sidang rencananya dihadiri Wagub Puspayoga, karena kedatangan Gubernur masih belum bisa dipastikan.
Sekretaris DPRD Bali Pande Maliana, Selasa (24/7) kemarin memastikan sidang tidak akan ditunda lagi. Menurutnya, kalau Gubernur Bali belum bisa hadir masih ada Wakil Gubernur Bali Puspayoga yang menghadiri sidang tersebut yang juga selaku kepala daerah.
''Undangan sudah dikirim maka sidang harus berjalan besok (hari ini - red). Jadi tidak ada penundaan lagi. Masalah yang hadir kami sudah bersurat. Pimpinan di DPRD juga semua bisa hadir. Kalau ada yang mengundurkan harus kesepakatan bersama Banggar dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD),'' paparnya.
Sementara itu, pengamat hukum ketatanegaraan Cok Gde Atmaja mengatakan, pihak eksekutif dan legislatif harus berpacu dengan waktu dalam merealisasikan Perda APBD Perubahan tahun 2012 karena Oktober sudah harus ada realisasinya. Ditegaskannya, paling lambat minggu kedua Agustus APBD Perubahan harus sudah rampung dan ketok palu. Dengan demikian sidang ini tidak perlu ditunda-tunda lagi dengan alasan ketidakhadiran Gubernur.
Ditegaskannya, jika sidang ditunda terus maka akan terjadi stagnasi dalam tata kelola pemerintahan, sehingga ujung-ujungnya masyarakat yang dirugikan. Kalau memang alasannya Gubernur Bali belum bisa menghadiri sidang maka harus ada disposisi atau pelimpahan wewenang dari Gubernur Bali kepada Wagub A.A. Ngurah Puspayoga untuk penyampaian ranperda tersebut. ''Harus ada semacam disposisi atau pelimpahan wewenang kepada Wagub karena ini menyangkut kepentingan masyarakat dan program-program pembangunan,'' ujarnya.
Cok Atmaja menegaskan, jangan sampai ada anggapan Gubernur tidak melimpahkan kewenangannya kepada Wagub untuk menyampaikan ranperda tersebut karena ada nuansa kepentingan politik menyongsong perhelatan pilgub 2013 nanti. Ia juga mengamini jangan sampai ada upaya-upaya mengesampingkan peran Wagub karena Gubernur dan Wagub merupakan satu paket yang harus sinergi dalam mengelola pemerintahan.
Sementara itu, Karo Humas Sekda Bali Ketut Teneng memastikan sidang paripurna hari ini tidak dihadiri Gubernur Bali karena masih berada di Singapura dalam waktu yang belum bisa dipastikan, sehingga penyampaian ranperda tersebut rencananya akan dilakukan Wagub Puspayoga. ''Kalau Gubernur berhalangan otomatis Pak Wagub yang menyampaikan. Kami berharap sidang berjalan lancar,'' ujarnya. (kmb29)
Selasa, 24 Juli 2012
Didakwa Menyuap Miranda MengakuTidak Mengerti
Jakarta (Bali Post) -
Sidang perdana terdakwa kasus suap terkait pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGSBI), Miranda Swaray Goeltom, digelar Selasa (24/7) kemarin. Terdakwa terancam hukuman penjara paling lama lima tahun.
''Terdakwa memberikan travellers cheque senilai Rp 20,85 miliar kepada sejumlah anggota DPR di antaranya Hamka Yandhu, Dudhi Makmun Murod, Endin AJ Soefihara dan Udju Djuhaeri,'' kata jaksa penuntut umum Supardi dalam sidang perdana Miranda di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Terdakwa dianggap memberi dengan menyalahgunakan kekuasaan dengan memberikan kesempatan atau sarana yaitu sengaja menganjurkan Nunun Nurbaeti untuk memberi sesuatu berupa travellers cheque. Nunun sendiri sudah divonis 2,5 tahun oleh Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Mei 2012 lalu dengan dakwaan yang sama dengan Miranda.
Miranda bersama Nunun Nurbaeti juga dianggap memberi hadiah atau janji (gratifikasi) terkait jabatan mereka kepada anggota Komisi IX DPR dalam rangka pemilihan DGSBI pada Juni 2004.
Atas dakwaan tersebut, Miranda Goeltom mengajukan eksepsi atau nota keberatan. Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ini mengaku tidak mengerti semua isi dakwaan jaksa yang telah dibacakan sebelumnya. Ia mengatakan ketidaktahuan dirinya atas isi dakwaan akan digunakan saat mengajukan eksepsi. Miranda menjalani sidang perdananya di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi Jakarta dengan mengenakan rompi khusus tahanan KPK.
Mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Miranda Swaray Goeltom, dengan mengenakan baju seragam tahanan KPK meninggalkan ruang persidangan Pengadilan Tipikor Jakarta, kemarin. Miranda terancam lima tahun penjara lantaran didakwa sengaja menganjurkan pembagian cek pelawat kepada para anggota DPR.
JAKARTA – Terdakwa dugaan suap Miranda Swaray Goeltom terancam hukuman lima tahun penjara. Dia didakwa sengaja menganjurkan pembagian cek pelawat kepada para anggota Dewan agar memilihnya sebagai deputi gubernur senior Bank Indonesia (DGS BI) 2004. Terdapat lima jaksa penuntut umum (JPU) dalam sidang perdana Miranda yang dilangsungkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta,kemarin.
Mereka secara bergantian membacakan dakwaannya terhadap guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) itu. Menurut JPU, Miranda melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf b dan atau Pasal 13 UU Pemberantasan Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHPPidana. ”Sebelum pelaksanaan pemilihan DGS BI,agar terdakwa tidak gagal dipilih seperti dalam pemilihan gubernur BI 2003, terdakwa melakukan pertemuan dengan Nunun Nurbaetie di mana dalam pertemuan itu terdakwa meminta Nunun untuk dikenalkan kepada anggota Komisi IX DPR periode 1999–2004,”kata jaksa Supardi.
Saat JPU membacakan dakwaannya, raut wajah Miranda tampak sedih. Namun, Miranda terlihat mencoba tenang dengan tampilan busananya yang modis. Sidang Miranda kemarin dihadiri sekitar 20 orang kerabatnya. Menurut jaksa, Miranda tahu ada aliran cek pelawat kepada sejumlah anggota Komisi IX DPR 1999–2004 pada saat proses pemilihan DGS BI 2004 silam. Persidangan yang dipimpin ketua majelis hakim Gusrizal itu berlangsung kurang lebih dua jam.
Miranda disangka sengaja menganjurkan Nunun Nurbaetie membagikan cek pelawat senilai Rp20,8 miliar yang merupakan bagian dari total 480 lembar cek pelawat Bank Internasional Indonesia (BII) senilai Rp24 miliar. Seperti diketahui, Nunun Nurbaetie telah divonis penjara 2 tahun 6 bulan dalam kasus ini.Majelis hakim menyatakan Nunun terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan menyuap sejumlah anggota Komisi IX DPR 1999–2004 untuk memenangkan Miranda sebagai DGS BI pada 2004 silam.
Nunun juga diganjar denda Rp150 juta subsider 3 bulan kurungan. Nunun menyetujui membantu Miranda memenangkan proses pemilihan DGS BI. Untuk memenuhi permintaan Miranda, di rumah Nunun di kawasan Cipete, Cilandak, Jakarta Selatan, Miranda dipertemukan dengan tiga anggota DPR Komisi IX, yakni anggota Fraksi PPP Endin AJ Soefihara dan anggota Fraksi Partai Golkar Hamka Yandhu dan Paskah Suzetta.
Tujuan pertemuan ini untuk memenangkan Miranda. Setelah pertemuan hampir tuntas, Nunun sempat mendengar ada salah seorang anggota DPR yang mengatakan, ”Ini bukan proyek thank you ya,” kepada Miranda. ”Perkataan itu maksudnya atas dukungan kepada terdakwa,akan ada suatu imbalan kepada anggota DPR yang memilihnya dalam fit and proper test DGS BI,” ucap jaksa.
Selanjutnya, saat bertemu dalam suatu acara kesenian, Nunun meminta kepada Paskah Suzetta dan Hamka Yandhu agar fraksi Golkar mendukung Miranda menjadi DGS BI. Jaksa menuturkan, Miranda mengetahui dukungan dari Komisi IX ada imbalan. Selain melalui Nunun, Miranda juga mengundang anggota Komisi IX dari Fraksi PDIP di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan.
Pada kesempatan itu hadir Dudhie Makmun Murod,Agus Condro Prayitno, dan Emir Moeis.”Dalam pertemuan itu, terdakwa meminta agar anggota Fraksi PDIP memilih terdakwa,” lanjut jaksa.Miranda kemarin langsung membacakan nota keberatannya atas dakwaan jaksa.
Ditemani suaminya, Oloan Siahaan, Miranda yang mengenakan baju tahanan KPK warna putih mengaku tak mengerti dasar dakwaan jaksa.Miranda bersikeras tak tahu-menahu perihal pembagian cek pelawat kepada sejumlah anggota DPR. Miranda yang kemarin mengenakan baju warna putih dan rok cokelat tiba di Pengadilan Tipikor dengan dibalut jaket tahanan KPK.Jaket tahanan itu justru tampak seperti blazer dengan ikat pinggang besar melilit di pinggangnya.
Saat membacakan eksepsinya, Miranda berdiri dan tegas menyatakan ketidaktahuannya atas kasus itu. Setelah sidang,Miranda bersama sekitar 20 orang kerabatnya melakukan doa bersama. krisiandi sacawisasra
Sidang perdana terdakwa kasus suap terkait pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGSBI), Miranda Swaray Goeltom, digelar Selasa (24/7) kemarin. Terdakwa terancam hukuman penjara paling lama lima tahun.
''Terdakwa memberikan travellers cheque senilai Rp 20,85 miliar kepada sejumlah anggota DPR di antaranya Hamka Yandhu, Dudhi Makmun Murod, Endin AJ Soefihara dan Udju Djuhaeri,'' kata jaksa penuntut umum Supardi dalam sidang perdana Miranda di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Terdakwa dianggap memberi dengan menyalahgunakan kekuasaan dengan memberikan kesempatan atau sarana yaitu sengaja menganjurkan Nunun Nurbaeti untuk memberi sesuatu berupa travellers cheque. Nunun sendiri sudah divonis 2,5 tahun oleh Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Mei 2012 lalu dengan dakwaan yang sama dengan Miranda.
Miranda bersama Nunun Nurbaeti juga dianggap memberi hadiah atau janji (gratifikasi) terkait jabatan mereka kepada anggota Komisi IX DPR dalam rangka pemilihan DGSBI pada Juni 2004.
Atas dakwaan tersebut, Miranda Goeltom mengajukan eksepsi atau nota keberatan. Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ini mengaku tidak mengerti semua isi dakwaan jaksa yang telah dibacakan sebelumnya. Ia mengatakan ketidaktahuan dirinya atas isi dakwaan akan digunakan saat mengajukan eksepsi. Miranda menjalani sidang perdananya di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi Jakarta dengan mengenakan rompi khusus tahanan KPK.
Mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Miranda Swaray Goeltom, dengan mengenakan baju seragam tahanan KPK meninggalkan ruang persidangan Pengadilan Tipikor Jakarta, kemarin. Miranda terancam lima tahun penjara lantaran didakwa sengaja menganjurkan pembagian cek pelawat kepada para anggota DPR.
JAKARTA – Terdakwa dugaan suap Miranda Swaray Goeltom terancam hukuman lima tahun penjara. Dia didakwa sengaja menganjurkan pembagian cek pelawat kepada para anggota Dewan agar memilihnya sebagai deputi gubernur senior Bank Indonesia (DGS BI) 2004. Terdapat lima jaksa penuntut umum (JPU) dalam sidang perdana Miranda yang dilangsungkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta,kemarin.
Mereka secara bergantian membacakan dakwaannya terhadap guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) itu. Menurut JPU, Miranda melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf b dan atau Pasal 13 UU Pemberantasan Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHPPidana. ”Sebelum pelaksanaan pemilihan DGS BI,agar terdakwa tidak gagal dipilih seperti dalam pemilihan gubernur BI 2003, terdakwa melakukan pertemuan dengan Nunun Nurbaetie di mana dalam pertemuan itu terdakwa meminta Nunun untuk dikenalkan kepada anggota Komisi IX DPR periode 1999–2004,”kata jaksa Supardi.
Saat JPU membacakan dakwaannya, raut wajah Miranda tampak sedih. Namun, Miranda terlihat mencoba tenang dengan tampilan busananya yang modis. Sidang Miranda kemarin dihadiri sekitar 20 orang kerabatnya. Menurut jaksa, Miranda tahu ada aliran cek pelawat kepada sejumlah anggota Komisi IX DPR 1999–2004 pada saat proses pemilihan DGS BI 2004 silam. Persidangan yang dipimpin ketua majelis hakim Gusrizal itu berlangsung kurang lebih dua jam.
Miranda disangka sengaja menganjurkan Nunun Nurbaetie membagikan cek pelawat senilai Rp20,8 miliar yang merupakan bagian dari total 480 lembar cek pelawat Bank Internasional Indonesia (BII) senilai Rp24 miliar. Seperti diketahui, Nunun Nurbaetie telah divonis penjara 2 tahun 6 bulan dalam kasus ini.Majelis hakim menyatakan Nunun terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan menyuap sejumlah anggota Komisi IX DPR 1999–2004 untuk memenangkan Miranda sebagai DGS BI pada 2004 silam.
Nunun juga diganjar denda Rp150 juta subsider 3 bulan kurungan. Nunun menyetujui membantu Miranda memenangkan proses pemilihan DGS BI. Untuk memenuhi permintaan Miranda, di rumah Nunun di kawasan Cipete, Cilandak, Jakarta Selatan, Miranda dipertemukan dengan tiga anggota DPR Komisi IX, yakni anggota Fraksi PPP Endin AJ Soefihara dan anggota Fraksi Partai Golkar Hamka Yandhu dan Paskah Suzetta.
Tujuan pertemuan ini untuk memenangkan Miranda. Setelah pertemuan hampir tuntas, Nunun sempat mendengar ada salah seorang anggota DPR yang mengatakan, ”Ini bukan proyek thank you ya,” kepada Miranda. ”Perkataan itu maksudnya atas dukungan kepada terdakwa,akan ada suatu imbalan kepada anggota DPR yang memilihnya dalam fit and proper test DGS BI,” ucap jaksa.
Selanjutnya, saat bertemu dalam suatu acara kesenian, Nunun meminta kepada Paskah Suzetta dan Hamka Yandhu agar fraksi Golkar mendukung Miranda menjadi DGS BI. Jaksa menuturkan, Miranda mengetahui dukungan dari Komisi IX ada imbalan. Selain melalui Nunun, Miranda juga mengundang anggota Komisi IX dari Fraksi PDIP di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan.
Pada kesempatan itu hadir Dudhie Makmun Murod,Agus Condro Prayitno, dan Emir Moeis.”Dalam pertemuan itu, terdakwa meminta agar anggota Fraksi PDIP memilih terdakwa,” lanjut jaksa.Miranda kemarin langsung membacakan nota keberatannya atas dakwaan jaksa.
Ditemani suaminya, Oloan Siahaan, Miranda yang mengenakan baju tahanan KPK warna putih mengaku tak mengerti dasar dakwaan jaksa.Miranda bersikeras tak tahu-menahu perihal pembagian cek pelawat kepada sejumlah anggota DPR. Miranda yang kemarin mengenakan baju warna putih dan rok cokelat tiba di Pengadilan Tipikor dengan dibalut jaket tahanan KPK.Jaket tahanan itu justru tampak seperti blazer dengan ikat pinggang besar melilit di pinggangnya.
Saat membacakan eksepsinya, Miranda berdiri dan tegas menyatakan ketidaktahuannya atas kasus itu. Setelah sidang,Miranda bersama sekitar 20 orang kerabatnya melakukan doa bersama. krisiandi sacawisasra
Senin, 23 Juli 2012
Genjot WTP, SKPD Di-''briefing''
Audit BPK yang memberikan opini wajar dengan pengecualian (WDP) pada
APBD Tabanan 2011 membuat Pemkab merapatkan barisan. Untuk menggenjot
hasil audit, wajar tanpa pengecualian (WTP), Bupati Tabanan Ni Putu Eka
Wiryastuti mengumpulkan seluruh satuan kerja perangkat daerah (SKPD),
Senin (23/7) kemarin. Para pimpinan SKPD di-briefing agar mendapatkan
target WTP tahun depan. ''Kami optimis, audit tahun depan bisa WTP.
Karena itu, semua SKPD harus melakukan koordinasi dan penuh tanggung
jawab,'' kata Bupati usai pertemuan.
Selain memberikan arahan, pertemuan kemarin juga melakukan evaluasi program dari masing-masing SKPD. Hasilnya, pada triwulan II tahun 2012, penyerapan program dan anggaran berjalan optimal. Di antaranya, realisasi pajak daerah mencapai 185 persen, retribusi daerah 107 persen dan pendapatan sebesar Rp 64 persen. Penyumbang terbesar dari target pendapatan berasal dari dana perimbangan dan pendapatan lainnya.
Evaluasi lainnya, ada beberapa bidang yang realisasi serapan dana alokasi khususnya (DAK) wajib digenjot lagi. Kondisi ini dipicu adanya revisi DPA, persiapan pelelangan, penandatanganan pelelang dan kegiatan yang harus menyesuaikan dengan musim tanam. Salah satunya proyek pengadaan bibit tanaman.
Meski ada serapan anggaran yang harus didorong, Bupati meminta pelayanan ke publik tetap berjalan maksimal, termasuk persoalan yang ada wajib diselesaikan optimal. ''Harus ada kebijakan cerdas terhadap permasalahan yang ada sesuai dengan aturan dan asas manfaat,'' tegas Bupati. Orang nomor satu di Tabanan ini me-warning jajaran SKPD agar melakukan program sesuai kajian yang benar.
Selain memberikan arahan, pertemuan kemarin juga melakukan evaluasi program dari masing-masing SKPD. Hasilnya, pada triwulan II tahun 2012, penyerapan program dan anggaran berjalan optimal. Di antaranya, realisasi pajak daerah mencapai 185 persen, retribusi daerah 107 persen dan pendapatan sebesar Rp 64 persen. Penyumbang terbesar dari target pendapatan berasal dari dana perimbangan dan pendapatan lainnya.
Evaluasi lainnya, ada beberapa bidang yang realisasi serapan dana alokasi khususnya (DAK) wajib digenjot lagi. Kondisi ini dipicu adanya revisi DPA, persiapan pelelangan, penandatanganan pelelang dan kegiatan yang harus menyesuaikan dengan musim tanam. Salah satunya proyek pengadaan bibit tanaman.
Meski ada serapan anggaran yang harus didorong, Bupati meminta pelayanan ke publik tetap berjalan maksimal, termasuk persoalan yang ada wajib diselesaikan optimal. ''Harus ada kebijakan cerdas terhadap permasalahan yang ada sesuai dengan aturan dan asas manfaat,'' tegas Bupati. Orang nomor satu di Tabanan ini me-warning jajaran SKPD agar melakukan program sesuai kajian yang benar.
Minggu, 22 Juli 2012
Keputusan Hakim Salah Fatal
ADA tiga hakim yang menyidangkan kasus Gubernur Bali menggugat Bali Post. Ketiganya adalah Amser Simanjutak, IGAB Komang Wijaya Adhi dan Nursyam. Keputusan mereka; yang meminta Bali Post minta maaf disorot sejumlah akademisi dan pemerhati hukum.
Adalah Jonh Korasa dari Lembaga Bantuan Hukum Himpunan Penerus Perjuangan Pembela Tanah Air (LBH-HPP-PETA) Cabang Bali, yang mengkritisi keputusan tersebut. Korasa menyatakan sangat setuju dengan pendapat Sudhiantara dan Suryatin (keduanya kuasa hukum Bali Post) bahwa dalam hukum acara perdata hakim harus bersifat pasif. ''Dalam kasus Bali Post, semestinya hakim bersifat pasif. Selama undang-undang hukum acara perdata belum diubah, maka hakim tidak boleh melakukan terobosan hukum. Hakim hanya boleh memutus sesuai dengan apa yang diminta oleh Petitum atau penggugat,'' jelas ketua LBH-HPP-PETA tersebut.
Dalam hal ini, katanya, Gubernur Bali selaku penggugat tidak pernah minta supaya Bali Post meminta maaf. Tetapi majelis hakim yang dipimpin Amser Simanjutak justru melakukan terobosan dengan menyuruh Bali Post minta maaf. ''Ini bukan acara pidana. Dari kacamata saya, sangat besar dan fatal kesalahan dari majelis hakim yang dimpimpin Amser Simanjutak,'' tandas Jonh Korasa, sembari menyindir bahwa hakim senior itu ''lupa'' membaca hukum acara perdata.
Ia menambahkan, dalam UU sudah disebutkan bahwa hakim tidak boleh memutuskan di luar daripada yang diminta penggugat. Karena itu, ia meminta sudah saatnya Komisi Yudisial (KY) mengambil tindakan terhadap hakim yang sudah melakukan penyimpangan hukum acara perdata. ''Lha, kalau sudah hakim menyimpang, siapa lagi yang kita andalkan. Bagaimana penegakan hukum di Indonesia, jika hakim sudah keluar dari hukum acara,'' kritiknya.
Terkait dengan putusan kasus Gubernur Bali menggugat Bali Post, Jonh Korasa berpendapat sudah semestinya KY menurunkan tim investigator untuk melakukan pemeriksaan hakim. ''Ini persoalan yang besar bagi saya, apalagi menjadi sorotan publik,'' jelasnya.
UU Pers
Sebelumnya, ketua majelis hakim yang menangani kasus ini, Amser Simanjutak, menjelaskan bahwa keputusan itu sudah atas pendapat majelis. ''Ya, itulah pendapat majelis. Jadi terserah pendapat mereka, mau bagaimana. Silakan banding,'' katanya.
Lantas, bagaimana soal Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) yang pada intinya meminta hakim menggunakan UU Pers dalam penanganan sengketa jurnalistik? Amser Simanjutak yang juga Humas PN Denpasar menegaskan bahwa dalam perkara gugatan Gubernur Bali lawan Bali Post, majelis hakim sudah menggunakan UU Pers. ''Kita sudah gunakan Undang-undang Pers, bahkan juga gunakan Undang-undang Keterbukaan Informasi,'' jelas Amser.
Dia mengatakan, jika hakim mengabaikan UU Pers itu tidak benar adanya. ''Semua (ada) dalam keputusan sudah dijelaskan. Jadi UU Pers dan Keterbukaan Informasi sudah diterapkan,'' katanya. (kmb)
Sabtu, 21 Juli 2012
KPK Geledah PT Adi Karya Terkait Anas
Jakarta ( Bali Post )
KPK kembali menggeledah PT Adhi Karya di JL. Raya Pasar Minggu. KPK menggeledah perusahaan ini terkait dugaan Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Anas Ubaningrum, pada kasus korupsi Hambalang.
"Untuk permasalahan Hambalang ini silakan KPK yang membuktikan, PT Adhi Karya akan clear dan siap terbuka," kata Kuasa Hukum PT Adhi Karya, Jamaludin Karim, sabtu (21/7) kemarin.
Anas sempat diperiksa KPK terkait pertemuan Anas dengan pihak PT Adhi Karya, salah satu perusahaan yang menjadi rekanan proyek Hambalang. Kepada penyelidik, Anas mengaku tidak pernah bertemu dengan pihak Adhi Karya.
Kuasa hukum PT Adhi Karya, Jamaluddin, menambahkan, pihak perusahaan berharap KPK mampu bergerak cepat untuk melakukan penyelidikan kasus Hambalang. "Perusahaan ini harus dijaga karena milik negara dan saham milik publik. Jadi, saya harap KPK cepat menyelesaikannya," ujarnya.
PT Adhi Karya terseret kasus Hambalang karena mereka sebagai pemenang tender dan menjadi kontraktor utama bersama PT Wijaya Karya. KPK juga telah menggeledah kantor divisi satu PT Adhi Karya di Jl. Iskandarsyah, Jakarta Selatan. Dalam penggeledahan itu, Tim KPK berhasil membawa banyak dokumen dan satu unit komputer. "Waktu penggerebekan yang pertama lebih banyak dokumen yang dibawa," tutur Jamal.
Ditanya kemungkinan Anas dicekal, Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto, mengatakan akan diputuskan dalam waktu dekat. "Kami belum tahu apakah perlu dicegah atau tidak, akan ada konfirmasi dalam waktu dekat dari penyelidik apakah pencegahan itu diperlukan atau tidak," kata Bambang.
Sejak memulai penyelidikan Hambalang pada Agustus 2011, KPK baru mencegah pengurus PT Dutasari Citralaras, Mahfud Suroso, yang juga disebut sebagai orang dekat Anas.
Menurut Bambang, KPK menyelidiki indikasi tindak pidana korupsi terkait pembangunan gedung pusat pelatihan olahraga Hambalang yang menelan biaya hingga Rp 1,1 triliun tersebut.
Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Syarifuddin Hasan, menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus secepatnya memutuskan status Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum dalam kasus dugaan korupsi proyek Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sarana Olahraga Nasional Hambalang. Menurut Syarif, status Anas harus secepatnya diputuskan oleh KPK agar Partai Demokrat dapat memulihkan diri.
Menurut dia, status Anas harus secepatnya dikeluarkan oleh KPK agar citra Partai Demokrat tidak semakin jelek. Ditegaskan, partai memiliki strategi khusus untuk menaikkan elektabilitas di Pemilu 2014 mendatang. Partai Demokrat, menurutnya, tidak akan berpangku tangan jika KPK lama memutuskan status Anas Urbaningrum.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus
telusuri bukti-bukti terkait kasus dugaan korupsi pusat pendidikan,
pelatihan dan sekolah olahraga nasional di Hambalang, Jawa Barat. Kali
ini, penyidik KPK melakukan penggeledahan di kantor Adhi Karya yang
terletak di Jalan Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
"Penyidik KPK saat ini sedang akan melakukan penggeledahan PT Adhi Karya di Jalan Pasar Minggu terkait dengan kasus Hambalang," ujar Juru Bicara KPK, di kantornya, Jumat (20/7).
Sekadar diketahui, pada Kamis kemarin (19/7), KPK juga melakukan penggeledahan di tujuh lokasi. Antara lain di kantor Kemenpora yang terletak di kawasan Senayan dan Cibubur, dua kantor PT Adhi Karya di daerah Jakarta Timur dan Jakarta Selatan, dua kantor PT Wijaya Karya di daerah Jakarta Timur dan Jakarta Selatan serta di kantor Kementerian Pekerjaan Umum (PU) di daerah Jakarta Timur.
Sementara itu, untuk proses kasus hambalang telah naik ke tingkat penyidikan. KPK menetapkan satu orang tersangka yakni Dedi Kusdinar (DK). Dedi merupakan pejabat pembuat komitmen di Kemenpora. Dedi disangkakan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
KPK masih mencari bukti agar kasus Hambalang bisa ditingkatkan ke penyidikan.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) terkait penyelidikan kasus dugaan korupsi pembangunan pusat pelatihan dan olahraga Bukit Hambalang, Jawa Barat.
"Benar ada orang-orang itu (KPK). Saya sudah bertemu dengan ketua tim (penggeledahan)," kata sumber beritasatu.com di Kemenpora yang membenarkan adanya penggeledahan tersebut, Kamis (19/7).
Soal keterkaitan penggeledahan terebut, sumber beritasatu enggan menyebutkan secara gamblang.
"Kasus yang mereka sudah memutuskan tersangkanya," kata sumber tersebut.
Selain menggeledah di kantor Kemenpora, KPK juga menggeledah kantor BUMN konstruksi PT Adhi Karya.
Sampai saat ini, sejumlah pimpinan KPK yang sudah dihubungi oleh beritasatu.com belum memberikan konfirmasi terkait penggeledahan tersebut.
KPK mulai menyelidiki kasus Hambalang sejak Agustus 2011. Hingga kini KPK masih mengumpulkan dua alat bukti untuk meningkatkan kasus Hambalang ke tahap penyidikan.
Setidaknya ada dua peristiwa yang terindikasi korupsi dalam proyek Hambalang yangg ditaksir KPK mencapai Rp2,5 triliun. Pertama, pada proses penerbitan sertifikat tanah Hambalang di Jawa Barat. Kedua, pengadaan proyek Hambalang yang dilakukan secara multiyears. Pengadaan proyek Hambalang ditangani Kerja Sama Operasi (KSO) PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya.
Untuk mengembangkan penyelidikan kasus ini KPK telah memeriksa sekitar 70 orang. Antara lain eks Kepala BPN Joyo Winoto, anggota Komisi II DPR Ignatius Mulyono, Sekretaris Departemen Pemuda dan Olahraga DPP Partai Demokrat Munadi Herlambang, Menpora Andi Mallarangeng hingga istri Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, Athiyya Laila.
KPK juga sudah dua kali memeriksa Anas Urbaningrum. Namun, mantan anggota KPU itu membantah terlibat dalam kasus Hambalang.
"Penyidik KPK saat ini sedang akan melakukan penggeledahan PT Adhi Karya di Jalan Pasar Minggu terkait dengan kasus Hambalang," ujar Juru Bicara KPK, di kantornya, Jumat (20/7).
Sekadar diketahui, pada Kamis kemarin (19/7), KPK juga melakukan penggeledahan di tujuh lokasi. Antara lain di kantor Kemenpora yang terletak di kawasan Senayan dan Cibubur, dua kantor PT Adhi Karya di daerah Jakarta Timur dan Jakarta Selatan, dua kantor PT Wijaya Karya di daerah Jakarta Timur dan Jakarta Selatan serta di kantor Kementerian Pekerjaan Umum (PU) di daerah Jakarta Timur.
Sementara itu, untuk proses kasus hambalang telah naik ke tingkat penyidikan. KPK menetapkan satu orang tersangka yakni Dedi Kusdinar (DK). Dedi merupakan pejabat pembuat komitmen di Kemenpora. Dedi disangkakan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
KPK masih mencari bukti agar kasus Hambalang bisa ditingkatkan ke penyidikan.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) terkait penyelidikan kasus dugaan korupsi pembangunan pusat pelatihan dan olahraga Bukit Hambalang, Jawa Barat.
"Benar ada orang-orang itu (KPK). Saya sudah bertemu dengan ketua tim (penggeledahan)," kata sumber beritasatu.com di Kemenpora yang membenarkan adanya penggeledahan tersebut, Kamis (19/7).
Soal keterkaitan penggeledahan terebut, sumber beritasatu enggan menyebutkan secara gamblang.
"Kasus yang mereka sudah memutuskan tersangkanya," kata sumber tersebut.
Selain menggeledah di kantor Kemenpora, KPK juga menggeledah kantor BUMN konstruksi PT Adhi Karya.
Sampai saat ini, sejumlah pimpinan KPK yang sudah dihubungi oleh beritasatu.com belum memberikan konfirmasi terkait penggeledahan tersebut.
KPK mulai menyelidiki kasus Hambalang sejak Agustus 2011. Hingga kini KPK masih mengumpulkan dua alat bukti untuk meningkatkan kasus Hambalang ke tahap penyidikan.
Setidaknya ada dua peristiwa yang terindikasi korupsi dalam proyek Hambalang yangg ditaksir KPK mencapai Rp2,5 triliun. Pertama, pada proses penerbitan sertifikat tanah Hambalang di Jawa Barat. Kedua, pengadaan proyek Hambalang yang dilakukan secara multiyears. Pengadaan proyek Hambalang ditangani Kerja Sama Operasi (KSO) PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya.
Untuk mengembangkan penyelidikan kasus ini KPK telah memeriksa sekitar 70 orang. Antara lain eks Kepala BPN Joyo Winoto, anggota Komisi II DPR Ignatius Mulyono, Sekretaris Departemen Pemuda dan Olahraga DPP Partai Demokrat Munadi Herlambang, Menpora Andi Mallarangeng hingga istri Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, Athiyya Laila.
KPK juga sudah dua kali memeriksa Anas Urbaningrum. Namun, mantan anggota KPU itu membantah terlibat dalam kasus Hambalang.
Sutan Bhatoegana: Anggota DPR 'Kutu Loncat' Harus Mundur!
Sabtu, 21/07/2012 14:20 WIB
Jakarta Partai Nasional Demokrat (NasDem) telah menggaet 37 anggota DPR dari berbagai parpol untuk berlaga di Pilpres 2014. Anggota FPD DPR yang berencana memperkuat NasDem di Pemilu 2014 diminta segera mundur.
"Kalau mau masuk NasDem ya keluar dari sekarang supaya diganti yang lain, saya kira sudah balik modal dia lah. Mudah-mudahan tidak ada yang dari Demokrat, tapi kalau ada harus segera mundur," desak Wakil Ketua FPD DPR Sutan Bhatoegana.
Hal ini disampaikan Sutan kepada detikcom, Sabtu (21/7/2012).
Menurut Sutan, sebagai politisi harus punya komitmen dan konsistensi. Tidak boleh sembarangan menjadi kutu loncat.
"jangan kalau ada yang enak loncat, rusaknya partai itu gara-gara kutu loncat, rusaknya kepala kan gara-gara kutu," protes Sutan.
Sutan sendiri mengaku tidak ditawari menjadi anggota DPR dari NasDem. Dia juga tak mau tergiur dengan tawaran modal caleg Rp 10 miliar dari NasDem.
"Saya tidak mau teriming-imingi karena rupiah karena yang bikin rusak politisi kan itu kan uang. Menurut saya jangan mengkhianati partai yang membawa kita ke parlemen. Keluar saja dari sekarang jangan jadi pengkhianat. Untuk saya lebih bagus di Partai Demokrat sampai partai ini bubar sampai finish sampai saat-saat terakhir saya di situ dan akan saya buktikan," pungkasnya.
Indonesia dan Papua Nugini (PNG) memang belum menjalin kerjasama ekstradisi buronan. Namun demikian masih ada jalur-jalur diplomatik yang bisa diupayakan untuk memulangkan Djoko Tjandra dari kini menjadi warga di negara itu.
Demikian jawab Menlu Marty Natalagewa ditanya mengenai upaya pulangkan buronan kasus Bank Bali, Djoko Tjandra, dari PNG. Hal ini dia sampaikan dalam keterangan pers di Kantor Kemenlu, Jl Pejambon, Jakarta, Sabtu (21/7/2012).
"Kita terus perjuangkan. Bagimanapun, siapapun, apapun, yang sedang ada kasus, mesin diplomasi akan terus kita upayakan," ujar Marty.
Jajaran Kemenlu terus menjalin komunikasi dengan pemerintah PNG untuk mengupayakan pemulangan Djoko Tjandra. Khusus untuk mengkonfirmasikan apakah memang buronan kasus Bank Bali tersebut memang benar telah resmi menjadi warga negara PNG.
Termasuk kemungkinan bahwa pemerintah PNG mendapatkan dokumen palsu untuk pengajuan kewarganegaraan tersebut. Sebab sebenarnya Djoko Tjandra telah menjadi buronan interpol yang tentunya datanya sudah disebarkan ke semua negara.
Djoko Tjandra merupakan buron dalam kasus (hak tagih) cessie Bank Bali yang bermula pada 11 Januari 1999. Pada saat itu disusun perjanjian pengalihan tagihan piutang antara Bank Bali yang diwakili Rudy Ramli dan Rusli Suryadi dengan Djoko Tjandra selaku Direktur Utama PT Persada Harum Lestari, mengenai tagihan utang Bank Bali terhadap Bank Tiara sebesar Rp38 miliar. Pembayaran utang kepada Bank Bali diputuskan dilakukan selambat-lambatnya pada tanggal 11 Juni 1999.
Selain soal tagihan utang Bank Bali terhadap Bank Tiara, disusun pula perjanjian pengalihan tagihan utang antara Bank Bali dengan Djoko Tjandra mengenai tagihan piutang Bank Bali terhadap Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) dan Bank Umum Nasional (BUN) sebesar lebih dari Rp 798 miliar. Pembayaran utang kepada Bank Bali diputuskan dilakukan selambat-lambatnya 3 bulan setelah perjanjian itu dibuat. Untuk perjanjian tagihan utang yang kedua ini, Joko Tjandra berperan selaku Direktur PT Era Giat Prima.
Djoko diduga meninggalkan Indonesia dengan pesawat carteran dari Bandara Halim Perdanakusumah di Jakarta ke Port Moresby pada 10 Juni 2009, hanya satu hari sebelum Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan keputusan atas perkaranya. MA menyatakan Djoko Tjandra bersalah dan harus membayar denda Rp 15 juta serta uangnya di Bank Bali sebesar Rp 54 miliar dirampas untuk negara.
Jakarta Partai Nasional Demokrat (NasDem) telah menggaet 37 anggota DPR dari berbagai parpol untuk berlaga di Pilpres 2014. Anggota FPD DPR yang berencana memperkuat NasDem di Pemilu 2014 diminta segera mundur.
"Kalau mau masuk NasDem ya keluar dari sekarang supaya diganti yang lain, saya kira sudah balik modal dia lah. Mudah-mudahan tidak ada yang dari Demokrat, tapi kalau ada harus segera mundur," desak Wakil Ketua FPD DPR Sutan Bhatoegana.
Hal ini disampaikan Sutan kepada detikcom, Sabtu (21/7/2012).
Menurut Sutan, sebagai politisi harus punya komitmen dan konsistensi. Tidak boleh sembarangan menjadi kutu loncat.
"jangan kalau ada yang enak loncat, rusaknya partai itu gara-gara kutu loncat, rusaknya kepala kan gara-gara kutu," protes Sutan.
Sutan sendiri mengaku tidak ditawari menjadi anggota DPR dari NasDem. Dia juga tak mau tergiur dengan tawaran modal caleg Rp 10 miliar dari NasDem.
"Saya tidak mau teriming-imingi karena rupiah karena yang bikin rusak politisi kan itu kan uang. Menurut saya jangan mengkhianati partai yang membawa kita ke parlemen. Keluar saja dari sekarang jangan jadi pengkhianat. Untuk saya lebih bagus di Partai Demokrat sampai partai ini bubar sampai finish sampai saat-saat terakhir saya di situ dan akan saya buktikan," pungkasnya.
Indonesia dan Papua Nugini (PNG) memang belum menjalin kerjasama ekstradisi buronan. Namun demikian masih ada jalur-jalur diplomatik yang bisa diupayakan untuk memulangkan Djoko Tjandra dari kini menjadi warga di negara itu.
Demikian jawab Menlu Marty Natalagewa ditanya mengenai upaya pulangkan buronan kasus Bank Bali, Djoko Tjandra, dari PNG. Hal ini dia sampaikan dalam keterangan pers di Kantor Kemenlu, Jl Pejambon, Jakarta, Sabtu (21/7/2012).
"Kita terus perjuangkan. Bagimanapun, siapapun, apapun, yang sedang ada kasus, mesin diplomasi akan terus kita upayakan," ujar Marty.
Jajaran Kemenlu terus menjalin komunikasi dengan pemerintah PNG untuk mengupayakan pemulangan Djoko Tjandra. Khusus untuk mengkonfirmasikan apakah memang buronan kasus Bank Bali tersebut memang benar telah resmi menjadi warga negara PNG.
Termasuk kemungkinan bahwa pemerintah PNG mendapatkan dokumen palsu untuk pengajuan kewarganegaraan tersebut. Sebab sebenarnya Djoko Tjandra telah menjadi buronan interpol yang tentunya datanya sudah disebarkan ke semua negara.
Djoko Tjandra merupakan buron dalam kasus (hak tagih) cessie Bank Bali yang bermula pada 11 Januari 1999. Pada saat itu disusun perjanjian pengalihan tagihan piutang antara Bank Bali yang diwakili Rudy Ramli dan Rusli Suryadi dengan Djoko Tjandra selaku Direktur Utama PT Persada Harum Lestari, mengenai tagihan utang Bank Bali terhadap Bank Tiara sebesar Rp38 miliar. Pembayaran utang kepada Bank Bali diputuskan dilakukan selambat-lambatnya pada tanggal 11 Juni 1999.
Selain soal tagihan utang Bank Bali terhadap Bank Tiara, disusun pula perjanjian pengalihan tagihan utang antara Bank Bali dengan Djoko Tjandra mengenai tagihan piutang Bank Bali terhadap Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) dan Bank Umum Nasional (BUN) sebesar lebih dari Rp 798 miliar. Pembayaran utang kepada Bank Bali diputuskan dilakukan selambat-lambatnya 3 bulan setelah perjanjian itu dibuat. Untuk perjanjian tagihan utang yang kedua ini, Joko Tjandra berperan selaku Direktur PT Era Giat Prima.
Djoko diduga meninggalkan Indonesia dengan pesawat carteran dari Bandara Halim Perdanakusumah di Jakarta ke Port Moresby pada 10 Juni 2009, hanya satu hari sebelum Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan keputusan atas perkaranya. MA menyatakan Djoko Tjandra bersalah dan harus membayar denda Rp 15 juta serta uangnya di Bank Bali sebesar Rp 54 miliar dirampas untuk negara.
Kamis, 19 Juli 2012
PDIP Tunggu Tindakan Nyata SBY Basmi Korupsi di Kementerian
Jumat, 20/07/2012 11:43 WIB
Jakarta PDIP menilai wajar saya kalau Presiden SBY memiliki data sahih terkait korupsi di Kementerian. Namun yang ditunggu-tunggu adalah tindakan nyata SBY membasmi korupsi di kementerian.
"Wajar sebagai Presiden mengetahui kinerja dan berbagai masalah di semua departemen dan para pembantunya. Karena beliau dipasok data A1 dari BIN dan aparat intelejen lainnya," kata Sekjen PDIP Tjahjo Kumolo kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (20/7/2012).
Yang lebih penting, menurut Tjahjo adalah tindakan nyata presiden. Presiden bisa mengklarifikasi langsung, atau melaporkan temuannya KPK.
"Masalahnya setelah tahu bagaimana? apapun beliau sebagai kepala pemerintahan. Setelah tahu, memanggil, melakukan klarifikasi, memanggil KPK/Kejaksaan/kepolisian untuk mengusutnya atau mendiamkan saja ?,"pungkasnya.
SBY sebelumnya mengaku sudah mendengar informasi mengenai banyak hal terkait korupsi di kalangan pemerintahan. Namun, dia menambahkan, dia mempercayakan proses penegakan hukum kepada lembaga yang berwenang.
"Saya punya informasi yang sahih, tetapi saya mempercayakan kepada penegak hukum, KPK terutamanya, ditambah penegak hukum yang lain. Saya tahu banyak hal, meski saya hemat bicara supaya tidak gaduh dan secara politik tidak menimbulkan yang tidak-tidak," ujar SBY kata SBY dalam pengantar pembukaan rapat kabinet paripurna di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (19/7/2012).
SBY juga menyatakan prihatin bahwa praktik penyimpangan penggunaan anggaran masih saja dilakukan oknum di pemerintah dan DPR RI. Praktik yang merugikan negara itu bahkan sudah berlangsung sejak dalam tahap perencanaan proyek hingga pelaksanaannya di lapangan.
"Sejak perencanaan sudah kongkalikong, pelaksaanannya kongkalikong. Sekarang pun masih ada yang berani di antara oknum parlemen kongkalikong dengan eksekutif, ini sekian anggarannya maka sekian persen dikeluarkan. Masya Allah, naudzubillah," ujarnya.
Mari kita renungkan bersama, ada apa dengan bencana yang datang silih berganti yang seakan tak pernah berhenti, inikah murka Allah?
Mengapa bencana yang bertubi-tubi datang ketika SBY-JK memerintah. Tanpa harus mempercayai klenik dan tahayul, mari kita kilas balik dengan kondisi pemerintahan SBY-JK dan sejarah terpilihnya mereka secara akal sehat, nalar dan kecerdasan kita, bukankah manusia adalah mahluk paling sempurna ciptaan Illahi yang dikaruniai akal budi? Maka dari itu mari kita kaji satu per satu :
1. Ketika era kekuasaan rezim Gus Dur dan rezim Megawati, SBY adalah menteri kabinet dan terakhir sebagai Menko POLKAM (kabinet di Indonesia selalu memiliki 3 orang menteri koordinator) Apa prestasinya? Hampr tidak ada !!! Konflik Ambon, Poso, GAM, OPM, teror bom dll tak kunjung berhenti tanpa tahu siapa biang keladinya dan yang didapat hanyalah ”kambing hitam”.
2. Di era rezim Megawati JK adalah Menko KESRA. Apa prestasinya? Juga hampir tidak ada !!! Sembako sulit, pendidikan menjadi barang yang sangat mahal, pengangguran meningkat, TKI kita tak pernah baik nasibnya dll.
3. Mungkin hanya menko PEREKONOMIAN yang lumayan punya prestasi diantara ketiga Menko di kabinet. Terlepas dari fundamental ekonomi yang semu dan polemik antar para pakar ekonomi, namun harus diakui bahwa ketika itu rupiah menjadi mata uang terkuat di Asia Tenggara, IHSG mencapai titik tertinggi sepanjang sejarah, iklim usaha sedikit bergairah.
4. Ketika peristiwa reformasi, SBY adalah Jenderal TNI (ketika itu menjadi salah seorang kepala staff ABRI) yang menolak reformasi di tubuh ABRI saat itu dan ini adalah sejarah yang mungkin saat ini sudah dipelesetkan, maklum masyarakat kita adalah masyarakat pemaaf dan pelupa.
5. Ketika terjadi benturan antara SBY dan ”The first gentlemen” Taufik Kiemas menjelang Pemilu 2004, SBY sangat menikmati dan memanfaatkan hal itu karena dia berada di pihak yang “di-zalimi”, sehingga naiklah popularitasnya secara tak terduga karena masyarakat kita adalah masyarakat yang sangat sentimentil dan melankolis dengan segala ketulusan dan keluguannya.
6. Ketika kampanye Capres, dengan slogan BERSAMA KITA BISA dan PERUBAHAN, dia berjanji tidak akan menaikan harga BBM dlsb, namun apa yang terjadi. Dalam 1 tahun pemerintahannya, SBY-JK menaikan harga BBM hingga 2 kali dengan harga yang mencekik leher dan diikuti dengan melambungnya harga kebutuhan pokok rakyat dan dampak yang sangat dahsyat memukul dunia usaha menengah kebawah, kini dirasakan belum selesai penderitaan rakyat, kini rakyat harus mengalami kesengsaraan dengan kenaikan BBM yang bukan hanya mencekik tapi hamper membunuh rakyatnya, ibarat tikus mati di lumbung padi, rakyat Indonesia harus hidup sengsara ditengah melimpahnya kekayaan alam yang merupakan anugerah Allah SWT bagi negeri ini.
7. Janji-janji yang diobral saat kampanye, kini tinggal janji. SBY-JK telah mengkhianati rakyat yang telah mendudukannya di kursi tertinggi Republik ini.
8. Tidak sampai disitu, ketika tsunami melanda Aceh, gempa Jogja, bencana Lumpur Lapindo dll mereka tidak punya manajemen pengendalian bencana (tanpa konsep yang jelas) yang telah menyengsarakan rakyat.
9. SBY-JK juga terbukti telah “berhasil” secara signifikan meningkatkan jumlah penduduk miskin di Negara ini dari rezim sebelumnya, hal ini dibuktikan dengan data statistik yang diikuti kasus kelaparan, tingginya angka bunuh diri yang diakibatkan rasa frustrasi masyarakat, rumah sakit jiwa yang penuh melampaui daya tampungnya menandakan makin banyaknya masyarakat yang “sakit” dlsb
Adapun “sedikit” prestasi dibidang pemberantasan korupsi (namun masih diwarnai tebang pilih dan tak pernah tuntasnya kasus BLBI 1 dan 2) juga tidak menyentuh langsung kepada kebutuhan mendasar hidup masyarakat seperti sandang, pangan dan papan yang semakin sulit dijangkau.
Tanpa kita harus mencari ”kambing hitam” dari segala kejadian ini, alangkah baiknya jika kita kembali berfikir mengenai hakikat memilih pemimpin yang baik dan amanah bagi negeri ini. Tatkala kezaliman terjadi, tatkala pemimpin telah mengkhianati amanah rakyatnya, maka kemurkaan Allah akan berdampak luas pula. Karena perbuatan dan tindakan seorang pemimpin akan sangat berdampak buruk kepada seluruh sendi-sendi kehidupan rakyat, semakin tinggi jabatannya, semakin besar pula pengaruhnya terhadap rakyatnya. Sehingga kemurkaan Allah pun kepadanya akan berdampak pula pada rakyatnya.
Tidak untuk maksud mendeskreditkan dan menghujat seseorang, namun renungan ini sekedar dapat membawa kita menuju kebaikan dan kesejahteraan. Bagaimana mungkin para pemimpin kita yang tidak pernah merasa lapar, bisa merasakan rasa lapar yang mendera rakyatnya?
Ya Jabbaru Ya Azziz, Ya Goffuru Ya Rohhim, Allah yang Maha Perkasa, Maha Pengasih Penyayang, Maha Pengampun kepada umat-Nya, semoga Engkau limpahkan kepada kami kekuatan dalam menghadapi cobaan dan tunjukan kepada kami pemimpin yang amanah bagi negeri kami, jangan butakan mata kami lagi. Amin.
Jakarta PDIP menilai wajar saya kalau Presiden SBY memiliki data sahih terkait korupsi di Kementerian. Namun yang ditunggu-tunggu adalah tindakan nyata SBY membasmi korupsi di kementerian.
"Wajar sebagai Presiden mengetahui kinerja dan berbagai masalah di semua departemen dan para pembantunya. Karena beliau dipasok data A1 dari BIN dan aparat intelejen lainnya," kata Sekjen PDIP Tjahjo Kumolo kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (20/7/2012).
Yang lebih penting, menurut Tjahjo adalah tindakan nyata presiden. Presiden bisa mengklarifikasi langsung, atau melaporkan temuannya KPK.
"Masalahnya setelah tahu bagaimana? apapun beliau sebagai kepala pemerintahan. Setelah tahu, memanggil, melakukan klarifikasi, memanggil KPK/Kejaksaan/kepolisian untuk mengusutnya atau mendiamkan saja ?,"pungkasnya.
SBY sebelumnya mengaku sudah mendengar informasi mengenai banyak hal terkait korupsi di kalangan pemerintahan. Namun, dia menambahkan, dia mempercayakan proses penegakan hukum kepada lembaga yang berwenang.
"Saya punya informasi yang sahih, tetapi saya mempercayakan kepada penegak hukum, KPK terutamanya, ditambah penegak hukum yang lain. Saya tahu banyak hal, meski saya hemat bicara supaya tidak gaduh dan secara politik tidak menimbulkan yang tidak-tidak," ujar SBY kata SBY dalam pengantar pembukaan rapat kabinet paripurna di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (19/7/2012).
SBY juga menyatakan prihatin bahwa praktik penyimpangan penggunaan anggaran masih saja dilakukan oknum di pemerintah dan DPR RI. Praktik yang merugikan negara itu bahkan sudah berlangsung sejak dalam tahap perencanaan proyek hingga pelaksanaannya di lapangan.
"Sejak perencanaan sudah kongkalikong, pelaksaanannya kongkalikong. Sekarang pun masih ada yang berani di antara oknum parlemen kongkalikong dengan eksekutif, ini sekian anggarannya maka sekian persen dikeluarkan. Masya Allah, naudzubillah," ujarnya.
Mari kita renungkan bersama, ada apa dengan bencana yang datang silih berganti yang seakan tak pernah berhenti, inikah murka Allah?
Mengapa bencana yang bertubi-tubi datang ketika SBY-JK memerintah. Tanpa harus mempercayai klenik dan tahayul, mari kita kilas balik dengan kondisi pemerintahan SBY-JK dan sejarah terpilihnya mereka secara akal sehat, nalar dan kecerdasan kita, bukankah manusia adalah mahluk paling sempurna ciptaan Illahi yang dikaruniai akal budi? Maka dari itu mari kita kaji satu per satu :
1. Ketika era kekuasaan rezim Gus Dur dan rezim Megawati, SBY adalah menteri kabinet dan terakhir sebagai Menko POLKAM (kabinet di Indonesia selalu memiliki 3 orang menteri koordinator) Apa prestasinya? Hampr tidak ada !!! Konflik Ambon, Poso, GAM, OPM, teror bom dll tak kunjung berhenti tanpa tahu siapa biang keladinya dan yang didapat hanyalah ”kambing hitam”.
2. Di era rezim Megawati JK adalah Menko KESRA. Apa prestasinya? Juga hampir tidak ada !!! Sembako sulit, pendidikan menjadi barang yang sangat mahal, pengangguran meningkat, TKI kita tak pernah baik nasibnya dll.
3. Mungkin hanya menko PEREKONOMIAN yang lumayan punya prestasi diantara ketiga Menko di kabinet. Terlepas dari fundamental ekonomi yang semu dan polemik antar para pakar ekonomi, namun harus diakui bahwa ketika itu rupiah menjadi mata uang terkuat di Asia Tenggara, IHSG mencapai titik tertinggi sepanjang sejarah, iklim usaha sedikit bergairah.
4. Ketika peristiwa reformasi, SBY adalah Jenderal TNI (ketika itu menjadi salah seorang kepala staff ABRI) yang menolak reformasi di tubuh ABRI saat itu dan ini adalah sejarah yang mungkin saat ini sudah dipelesetkan, maklum masyarakat kita adalah masyarakat pemaaf dan pelupa.
5. Ketika terjadi benturan antara SBY dan ”The first gentlemen” Taufik Kiemas menjelang Pemilu 2004, SBY sangat menikmati dan memanfaatkan hal itu karena dia berada di pihak yang “di-zalimi”, sehingga naiklah popularitasnya secara tak terduga karena masyarakat kita adalah masyarakat yang sangat sentimentil dan melankolis dengan segala ketulusan dan keluguannya.
6. Ketika kampanye Capres, dengan slogan BERSAMA KITA BISA dan PERUBAHAN, dia berjanji tidak akan menaikan harga BBM dlsb, namun apa yang terjadi. Dalam 1 tahun pemerintahannya, SBY-JK menaikan harga BBM hingga 2 kali dengan harga yang mencekik leher dan diikuti dengan melambungnya harga kebutuhan pokok rakyat dan dampak yang sangat dahsyat memukul dunia usaha menengah kebawah, kini dirasakan belum selesai penderitaan rakyat, kini rakyat harus mengalami kesengsaraan dengan kenaikan BBM yang bukan hanya mencekik tapi hamper membunuh rakyatnya, ibarat tikus mati di lumbung padi, rakyat Indonesia harus hidup sengsara ditengah melimpahnya kekayaan alam yang merupakan anugerah Allah SWT bagi negeri ini.
7. Janji-janji yang diobral saat kampanye, kini tinggal janji. SBY-JK telah mengkhianati rakyat yang telah mendudukannya di kursi tertinggi Republik ini.
8. Tidak sampai disitu, ketika tsunami melanda Aceh, gempa Jogja, bencana Lumpur Lapindo dll mereka tidak punya manajemen pengendalian bencana (tanpa konsep yang jelas) yang telah menyengsarakan rakyat.
9. SBY-JK juga terbukti telah “berhasil” secara signifikan meningkatkan jumlah penduduk miskin di Negara ini dari rezim sebelumnya, hal ini dibuktikan dengan data statistik yang diikuti kasus kelaparan, tingginya angka bunuh diri yang diakibatkan rasa frustrasi masyarakat, rumah sakit jiwa yang penuh melampaui daya tampungnya menandakan makin banyaknya masyarakat yang “sakit” dlsb
Adapun “sedikit” prestasi dibidang pemberantasan korupsi (namun masih diwarnai tebang pilih dan tak pernah tuntasnya kasus BLBI 1 dan 2) juga tidak menyentuh langsung kepada kebutuhan mendasar hidup masyarakat seperti sandang, pangan dan papan yang semakin sulit dijangkau.
Tanpa kita harus mencari ”kambing hitam” dari segala kejadian ini, alangkah baiknya jika kita kembali berfikir mengenai hakikat memilih pemimpin yang baik dan amanah bagi negeri ini. Tatkala kezaliman terjadi, tatkala pemimpin telah mengkhianati amanah rakyatnya, maka kemurkaan Allah akan berdampak luas pula. Karena perbuatan dan tindakan seorang pemimpin akan sangat berdampak buruk kepada seluruh sendi-sendi kehidupan rakyat, semakin tinggi jabatannya, semakin besar pula pengaruhnya terhadap rakyatnya. Sehingga kemurkaan Allah pun kepadanya akan berdampak pula pada rakyatnya.
Tidak untuk maksud mendeskreditkan dan menghujat seseorang, namun renungan ini sekedar dapat membawa kita menuju kebaikan dan kesejahteraan. Bagaimana mungkin para pemimpin kita yang tidak pernah merasa lapar, bisa merasakan rasa lapar yang mendera rakyatnya?
Ya Jabbaru Ya Azziz, Ya Goffuru Ya Rohhim, Allah yang Maha Perkasa, Maha Pengasih Penyayang, Maha Pengampun kepada umat-Nya, semoga Engkau limpahkan kepada kami kekuatan dalam menghadapi cobaan dan tunjukan kepada kami pemimpin yang amanah bagi negeri kami, jangan butakan mata kami lagi. Amin.
Rabu, 18 Juli 2012
Kasus Buol Buka Tabir Suap Pengusaha pada Pejabat Jelang Pilkada
Kamis, 19/07/2012 11:02 WIB
Jakarta Selama ini, suap kalangan pengusaha kepada calon pejabat menjelang Pilkada hanya sebatas isu semata. Namun kasus yang terjadi di Buol, Sulawesi Tengah, membuat fenomena itu seolah terbuka dengan jelas.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Buol Amran Batalipu sebagai tersangka karena diduga menerima suap dari Yani Anshori, General Manager PT Hardaya Inti Plantation. Suap diberikan sebanyak Rp 3 miliar terkait hak guna usaha perkebunan sawit milik PT Citra Cakra Murdaya dan PT Hardaya di Kecamatan Bukal, Buol.
Amran dalam kesaksiannya di KPK, selalu menyebut uang yang diterimanya dari Hardaya Inti Plantation merupakan sumbangan untuk Pilkada yang akan digelar tahun ini. Atas dasar itulah, KPK kemarin memanggil konsultan politik Saiful Mujani yang disewa untuk melakukan survei terhadap popularitas Amran.
Kuasa hukum Amran Batalipu, Amat Entedaim, bahkan menyebut perusahaan milik Hartati Murdaya itu menyebar duit ke semua calon bupati Buol.
Mungkinkah uang yang diterima Amran hanya dari satu pengusaha? Atau apakah fenomena ini hanya terjadi di Buol saja?
Edi Sutrisno, Peneliti Sawit Watch, sebuah LSM yang bergerak dalam mengawasi praktik korupsi di dunia perkebunan menemukan fakta menarik. Fenomena yang terjadi di Buol ini hampir terjadi juga di daerah lain di luar Pulau Jawa.
"Bahkan menjelang Pilkada, biasanya jumlah izin konsensi lahan selalu meningkat," ujar Edi saat berbincang dengan detikcom, Kamis (19/7/2012).
"Sepanjang tahun 2010-2014, ada 20 Pilkada di luar Pulau Jawa. Setiap kabupaten pasti mengeluarkan izin minimal 40 ribu hektar menjelang Pilkada," sambungnya.
Modus berikutnya adalah akal-akalan izin. Kadang lahan untuk perkebunan sudah tidak tersedia, namun izin untuk konsensi masih bisa diberikan.
"Suka bilang kawasan habis, tapi izin masih ada yang nggak dipakai. Itu trik biasanya kalau pejabat baru," beber Edi.
Salah satu temuan tim Edi di wilayah Kalimantan Tengah adalah diobralnya tiga izin konsensi lahan menjelang Pilkada. "Izin itu dibelah-belah menjadi perizinan baru," imbuhnya.
Abet Nego, peneliti di Walhi, bahkan menemukan tarif yang biasanya diterapkan pada para pengusaha untuk konsensi lahan. Dia menyebutkan, untuk seribu hektar lahan dipatok Rp 1 miliar.
"Jadi kalau butuh 10 ribu hektar, tarifnya Rp 10 miliar. Untuk pengusaha itu biasanya masih dalam kategori untung dalam bisnis mereka," terang Abed.
Nah, mungkinkah fenomena ini juga terjadi di Pulau Jawa, termasuk di Pilgub DKI Jakarta? Kita tunggu saja hasil penyelidikan KPK.
Jakarta Selama ini, suap kalangan pengusaha kepada calon pejabat menjelang Pilkada hanya sebatas isu semata. Namun kasus yang terjadi di Buol, Sulawesi Tengah, membuat fenomena itu seolah terbuka dengan jelas.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Buol Amran Batalipu sebagai tersangka karena diduga menerima suap dari Yani Anshori, General Manager PT Hardaya Inti Plantation. Suap diberikan sebanyak Rp 3 miliar terkait hak guna usaha perkebunan sawit milik PT Citra Cakra Murdaya dan PT Hardaya di Kecamatan Bukal, Buol.
Amran dalam kesaksiannya di KPK, selalu menyebut uang yang diterimanya dari Hardaya Inti Plantation merupakan sumbangan untuk Pilkada yang akan digelar tahun ini. Atas dasar itulah, KPK kemarin memanggil konsultan politik Saiful Mujani yang disewa untuk melakukan survei terhadap popularitas Amran.
Kuasa hukum Amran Batalipu, Amat Entedaim, bahkan menyebut perusahaan milik Hartati Murdaya itu menyebar duit ke semua calon bupati Buol.
Mungkinkah uang yang diterima Amran hanya dari satu pengusaha? Atau apakah fenomena ini hanya terjadi di Buol saja?
Edi Sutrisno, Peneliti Sawit Watch, sebuah LSM yang bergerak dalam mengawasi praktik korupsi di dunia perkebunan menemukan fakta menarik. Fenomena yang terjadi di Buol ini hampir terjadi juga di daerah lain di luar Pulau Jawa.
"Bahkan menjelang Pilkada, biasanya jumlah izin konsensi lahan selalu meningkat," ujar Edi saat berbincang dengan detikcom, Kamis (19/7/2012).
"Sepanjang tahun 2010-2014, ada 20 Pilkada di luar Pulau Jawa. Setiap kabupaten pasti mengeluarkan izin minimal 40 ribu hektar menjelang Pilkada," sambungnya.
Modus berikutnya adalah akal-akalan izin. Kadang lahan untuk perkebunan sudah tidak tersedia, namun izin untuk konsensi masih bisa diberikan.
"Suka bilang kawasan habis, tapi izin masih ada yang nggak dipakai. Itu trik biasanya kalau pejabat baru," beber Edi.
Salah satu temuan tim Edi di wilayah Kalimantan Tengah adalah diobralnya tiga izin konsensi lahan menjelang Pilkada. "Izin itu dibelah-belah menjadi perizinan baru," imbuhnya.
Abet Nego, peneliti di Walhi, bahkan menemukan tarif yang biasanya diterapkan pada para pengusaha untuk konsensi lahan. Dia menyebutkan, untuk seribu hektar lahan dipatok Rp 1 miliar.
"Jadi kalau butuh 10 ribu hektar, tarifnya Rp 10 miliar. Untuk pengusaha itu biasanya masih dalam kategori untung dalam bisnis mereka," terang Abed.
Nah, mungkinkah fenomena ini juga terjadi di Pulau Jawa, termasuk di Pilgub DKI Jakarta? Kita tunggu saja hasil penyelidikan KPK.
Senin, 16 Juli 2012
Kendala KPK di Daerah, dari Keterbatasan SDM Sampai Ancaman Kemerdekaan
Selasa, 17/07/2012 05:33 WIB
Jakarta Pimpinan KPK mengakui untuk mengusut kasus korupsi di daerah apalagi dengan kategori daerah terluar, memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi dibanding perkara di tingkat pusat. Banyak kendala yang harus dihadapi KPK.
Terkait kendala pengusutan kasus di daerah ini, Wakil Ketua KPK Zulkarnaen mengakui, pihaknya pernah mendapat ancaman memisahkan diri dari NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) dari sejumlah oknum yang terindikasi terlibat korupsi. Dia mencontohkan KPK pernah mendapat ancaman semacam itu di wilayah di Papua.
"Kalau KPK mengusut kasus kami, kami merdeka," kata Zulkarnaen menirukan ancaman dari pihak yang terlibat korupsi di Papua, Selasa (16/7/2012).
Namun, Zulkarnaen mengaku bahwa pihaknya tak terpengaruh dengan ancaman itu. Apalagi, ada juga warga di Papua yang mendukung KPK untuk melakukan pemberantasan korupsi di daerah itu.
"Jangan terpengaruh, itu hanya ancaman belaka. Tidak ada sangkut pautnya pengusutan kasus korupsi dengan ancaman kemerdekaan Papua," kata Zulkarnaen kembali menirukan pihak di Papua yang mendukung KPK mengusut kasus korupsi di Bumi Cendrawasih itu.
Namun, Zulkarnaen mengakui, bahwa mengusut kasus-kasus korupsi di KPK bukan pekerjaan yang mudah. Jauhnya jarak yang ditempuh , biaya yang tak sedikit, dan kekurangan SDM membuat KPK sulit untuk merealisasikan upaya pemberantasan korupsi di sana.
"Ya bayangkan saja, penyidik kita itu sedikit. Untuk melakukan pengusutan kasus di sana, banyak penyidik yang dikirim dan memerlukan waktu lama. Kalau seperti itu, ada banyak kasus-kasus korupsi lainnya yang sedang ditangani menjadi terbengkalai," kata Zulkarnaen.
Untuk diketahui, jumlah pegawai KPK mencapai 700 orang. Sedangkan jumlah penyidik dan jaksa rata-rata berjumlah 70 orang. Kesemuanya itu berasal dari kepolisian untuk penyidik dan kejaksaan untuk jaksa.
Dalam mengusut kasus korupsi di daerah, khususnya Papua, KPK setidaknya pernah mengusut korupsi di tiga kabupaten yakni Supiori, Boven Digul dan Yapen Waropen.
Wakil ketua KPK Zulkarnaen menirukan ancaman separatis dari oknum-oknum yang terindikasi terlibat kasus Korupsi di Papua.
Dalam keterangannya kepada pers di Jakarta Senin (16/7/ 2012) Zulkarnaen mengatakan pihaknya tetap serius mengungkap dan menyeret para pelaku korupsi di Papua, apapun resikonya. Apalagi fakta lapangan saat Zulkarnaen dan rekan-rekan KPK lainnya datang ke Papua untuk menghadiri seminar, masyarakat Papua justru mendukung mereka mengusut kasus korupsi di Papua.
“Jadi jangan terpengaruh. Itu hanya ancaman belaka. Tidak ada sangkut pautnya pengusutan kasus korupsi dengan ancaman kemerdekaan Papua,” ujar Zulkarnaen. Namun ia mengakui pengusutan kasus korupsi di Papua bukan perkara mudah.
Ada tiga faktor yang menjadi ganjalan bagi KPK untuk mengusut kasus-kasus korupsi di Papua, yaitu jarak yang jauh, biaya yang tidak sedikit, dan keterbatasan sumber daya manusia KPK di wilayah terkait.
“Bayangkan saja, penyidik kami itu sedikit. Sementara untuk melakukan pengusutan kasus di sana, KPK harus mengirim banyak penyidik. Proses pengusutan pun memerlukan waktu lama. Kalau seperti itu, banyak kasus-kasus korupsi lain yang sedang ditangani KPK menjadi terbengkalai,” terang Zulkarnaen.
Prestasi Pengusutan Kasus Korupsi di Papua
Selama Tahun 2011, sudah ada sekitar 50 kasus korupsi di tanah Papua yang siap diusut. Tahun sebelumnya ada 22 kasus korupsi yang ditangani dengan total kerugian negara sebesar Rp 20.126.617.309, sementara tahun 2009 kasus korupsi yang ditangani bernilai Rp 14.978.998.657. Dari total kerugian tersebut baru sekitar Rp 3,4 milyar uang negara yang diselamatkan.
Sedangkan perkembangan penanganan korupsi tahun ini (2012) belum ada laporan resmi mengenai hal tersebut. Johan Budi (Juru Bicara KPK) hanya mengatakan KPK sama sekali tidak mengesampingkan Papua dalam upaya pemberantasan korupsi. KPK sudah menangani beberapa kasus korupsi yang melibatkan penyelenggara negara dari Papua.
“Ada sekitar tiga kasus yang ditangani KPK, yaitu kasus korupsi di Kabupaten Boven Digul, Kabupaten Supiori, dan Kabupaten Yapen Waropen,” ucap Johan. Dengan kata lain, imbuhnya, keterbatasan dan kesulitan mengusut kasus korupsi di Papua bukan halangan bagi KPK.
Terbukti tiga kasus di atas, kata Johan, menunjukan bahwa KPK tetap berusaha menjadikan Papua sebagai wilayah yang bebas korupsi. Selain itu, KPK memang telah bertekad untuk membersihkan praktik korupsi mulai dari Sabang hingga Merauke.
Modus korupsi di daerah (termasuk Papua) menurut seorang pejabat KPK (M. Jasin) kebanyakan berupa penyalahgunaan APBD dan APBD, yaitu berupa bantuan sosial fiktif, penggelembungan harga, dan mengubah spesifikasi teknik dalam pengadaan barang dan jasa.
Ancaman Separatisme
Boleh jadi ancaman merdeka (separatisme) dijadikan senjata bagi para koruptor di Papua. Jika itu benar, kita patut menyayangkannya, karena para pelaku korupsi tentu saja para pejabat daerah yang memiliki akses terhadap pengelolaan keuangan negara.
“Kalau KPK mengusut kasus kami, kami akan memerdekakan diri.” Kira-kira itulah senjata yang akan mereka mainkan jika kasus mereka terendus aparat penegak hukum.
Mental seperti itu tentu saja akan berpengaruh terhadap merajalelanya korupsi di Papua. Dampak ikutannya adalah kebijakan otonomi khusus tidak akan berjalan maksimal, bahkan terancam gagal. Otsus gagal, itulah tujuan para aktivis Papua merdeka, supaya ada alasan bagi mereka untuk meminta referendum ulang.
Di pihak lain, hanya sedikit aktivis Papua yang konsen terhadap masalah korupsi. Ironisnya, yang sedikit itu justru menjadi bulan-bulanan aparat keamanan. Hal itu tampak dari pernyataan Michael Rumaropen, aktivis Komunitas Adat Papua Anti Korupsi (Kampak) Papua sebagaimana dilansir Kompas.com Jumat (11/11/2011).
“Kita berusaha mengungkap korupsi di Papua, tetapi malah dikejar-kejar aparat yang didorong oleh elite politik yang korup,” kata Rumaropen.
Mari kita dorong KPK untuk tetap intens menangani kasus korupsi di Papua, apapun tantangannya, apapun ancamannya. Sekaligus juga kita dorong generasi muda Papua untuk memiliki kepedulian terhadap masalah korupsi di daerahnya. Jangan hanya mengurusi masalah status politik wilayah Papua, tetapi melupakan korupsi yang merupakan virus bagi upaya mensejahterakan rakyat di Papua.
Jakarta Pimpinan KPK mengakui untuk mengusut kasus korupsi di daerah apalagi dengan kategori daerah terluar, memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi dibanding perkara di tingkat pusat. Banyak kendala yang harus dihadapi KPK.
Terkait kendala pengusutan kasus di daerah ini, Wakil Ketua KPK Zulkarnaen mengakui, pihaknya pernah mendapat ancaman memisahkan diri dari NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) dari sejumlah oknum yang terindikasi terlibat korupsi. Dia mencontohkan KPK pernah mendapat ancaman semacam itu di wilayah di Papua.
"Kalau KPK mengusut kasus kami, kami merdeka," kata Zulkarnaen menirukan ancaman dari pihak yang terlibat korupsi di Papua, Selasa (16/7/2012).
Namun, Zulkarnaen mengaku bahwa pihaknya tak terpengaruh dengan ancaman itu. Apalagi, ada juga warga di Papua yang mendukung KPK untuk melakukan pemberantasan korupsi di daerah itu.
"Jangan terpengaruh, itu hanya ancaman belaka. Tidak ada sangkut pautnya pengusutan kasus korupsi dengan ancaman kemerdekaan Papua," kata Zulkarnaen kembali menirukan pihak di Papua yang mendukung KPK mengusut kasus korupsi di Bumi Cendrawasih itu.
Namun, Zulkarnaen mengakui, bahwa mengusut kasus-kasus korupsi di KPK bukan pekerjaan yang mudah. Jauhnya jarak yang ditempuh , biaya yang tak sedikit, dan kekurangan SDM membuat KPK sulit untuk merealisasikan upaya pemberantasan korupsi di sana.
"Ya bayangkan saja, penyidik kita itu sedikit. Untuk melakukan pengusutan kasus di sana, banyak penyidik yang dikirim dan memerlukan waktu lama. Kalau seperti itu, ada banyak kasus-kasus korupsi lainnya yang sedang ditangani menjadi terbengkalai," kata Zulkarnaen.
Untuk diketahui, jumlah pegawai KPK mencapai 700 orang. Sedangkan jumlah penyidik dan jaksa rata-rata berjumlah 70 orang. Kesemuanya itu berasal dari kepolisian untuk penyidik dan kejaksaan untuk jaksa.
Dalam mengusut kasus korupsi di daerah, khususnya Papua, KPK setidaknya pernah mengusut korupsi di tiga kabupaten yakni Supiori, Boven Digul dan Yapen Waropen.
Wakil ketua KPK Zulkarnaen menirukan ancaman separatis dari oknum-oknum yang terindikasi terlibat kasus Korupsi di Papua.
Dalam keterangannya kepada pers di Jakarta Senin (16/7/ 2012) Zulkarnaen mengatakan pihaknya tetap serius mengungkap dan menyeret para pelaku korupsi di Papua, apapun resikonya. Apalagi fakta lapangan saat Zulkarnaen dan rekan-rekan KPK lainnya datang ke Papua untuk menghadiri seminar, masyarakat Papua justru mendukung mereka mengusut kasus korupsi di Papua.
“Jadi jangan terpengaruh. Itu hanya ancaman belaka. Tidak ada sangkut pautnya pengusutan kasus korupsi dengan ancaman kemerdekaan Papua,” ujar Zulkarnaen. Namun ia mengakui pengusutan kasus korupsi di Papua bukan perkara mudah.
Ada tiga faktor yang menjadi ganjalan bagi KPK untuk mengusut kasus-kasus korupsi di Papua, yaitu jarak yang jauh, biaya yang tidak sedikit, dan keterbatasan sumber daya manusia KPK di wilayah terkait.
“Bayangkan saja, penyidik kami itu sedikit. Sementara untuk melakukan pengusutan kasus di sana, KPK harus mengirim banyak penyidik. Proses pengusutan pun memerlukan waktu lama. Kalau seperti itu, banyak kasus-kasus korupsi lain yang sedang ditangani KPK menjadi terbengkalai,” terang Zulkarnaen.
Prestasi Pengusutan Kasus Korupsi di Papua
Selama Tahun 2011, sudah ada sekitar 50 kasus korupsi di tanah Papua yang siap diusut. Tahun sebelumnya ada 22 kasus korupsi yang ditangani dengan total kerugian negara sebesar Rp 20.126.617.309, sementara tahun 2009 kasus korupsi yang ditangani bernilai Rp 14.978.998.657. Dari total kerugian tersebut baru sekitar Rp 3,4 milyar uang negara yang diselamatkan.
Sedangkan perkembangan penanganan korupsi tahun ini (2012) belum ada laporan resmi mengenai hal tersebut. Johan Budi (Juru Bicara KPK) hanya mengatakan KPK sama sekali tidak mengesampingkan Papua dalam upaya pemberantasan korupsi. KPK sudah menangani beberapa kasus korupsi yang melibatkan penyelenggara negara dari Papua.
“Ada sekitar tiga kasus yang ditangani KPK, yaitu kasus korupsi di Kabupaten Boven Digul, Kabupaten Supiori, dan Kabupaten Yapen Waropen,” ucap Johan. Dengan kata lain, imbuhnya, keterbatasan dan kesulitan mengusut kasus korupsi di Papua bukan halangan bagi KPK.
Terbukti tiga kasus di atas, kata Johan, menunjukan bahwa KPK tetap berusaha menjadikan Papua sebagai wilayah yang bebas korupsi. Selain itu, KPK memang telah bertekad untuk membersihkan praktik korupsi mulai dari Sabang hingga Merauke.
Modus korupsi di daerah (termasuk Papua) menurut seorang pejabat KPK (M. Jasin) kebanyakan berupa penyalahgunaan APBD dan APBD, yaitu berupa bantuan sosial fiktif, penggelembungan harga, dan mengubah spesifikasi teknik dalam pengadaan barang dan jasa.
Ancaman Separatisme
Boleh jadi ancaman merdeka (separatisme) dijadikan senjata bagi para koruptor di Papua. Jika itu benar, kita patut menyayangkannya, karena para pelaku korupsi tentu saja para pejabat daerah yang memiliki akses terhadap pengelolaan keuangan negara.
“Kalau KPK mengusut kasus kami, kami akan memerdekakan diri.” Kira-kira itulah senjata yang akan mereka mainkan jika kasus mereka terendus aparat penegak hukum.
Mental seperti itu tentu saja akan berpengaruh terhadap merajalelanya korupsi di Papua. Dampak ikutannya adalah kebijakan otonomi khusus tidak akan berjalan maksimal, bahkan terancam gagal. Otsus gagal, itulah tujuan para aktivis Papua merdeka, supaya ada alasan bagi mereka untuk meminta referendum ulang.
Di pihak lain, hanya sedikit aktivis Papua yang konsen terhadap masalah korupsi. Ironisnya, yang sedikit itu justru menjadi bulan-bulanan aparat keamanan. Hal itu tampak dari pernyataan Michael Rumaropen, aktivis Komunitas Adat Papua Anti Korupsi (Kampak) Papua sebagaimana dilansir Kompas.com Jumat (11/11/2011).
“Kita berusaha mengungkap korupsi di Papua, tetapi malah dikejar-kejar aparat yang didorong oleh elite politik yang korup,” kata Rumaropen.
Mari kita dorong KPK untuk tetap intens menangani kasus korupsi di Papua, apapun tantangannya, apapun ancamannya. Sekaligus juga kita dorong generasi muda Papua untuk memiliki kepedulian terhadap masalah korupsi di daerahnya. Jangan hanya mengurusi masalah status politik wilayah Papua, tetapi melupakan korupsi yang merupakan virus bagi upaya mensejahterakan rakyat di Papua.
Petinggi Demokrat: Kemasan Foke Nggak Oke
Senin, 16/07/2012 13:48 WIB
Jakarta Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Melani Leimena Suharli mengkritisi tim sukses Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli di Pilgub DKI. Kemasan kampanyenya dirasakan kurang oke.
"Humasnya yang kurang. Humasnya harus mengemukakan keberhasilan selama lima tahun, masak yang terlihat macet dan banjir saja. Apa capaian selama lima tahun ini harus dikemukakan. Mungkin tim sukses sudah kerja keras tapi kemasannya kampanyenya nggak oke," kata Melani kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (16/7/2012).
Menurut Melani, kadang seorang tokoh bagus menjadi buruk karena kemasan kampanye tidak oke. Sebaliknya kemasan kampanye yang oke bisa memunculkan tokoh yang terkesan menarik.
"Ini harus dua-duanya dibenahi, individunya harus lebih turun lagi ke bawah. Kesan-kesan seperti yang dikatakan galak seperti harus ada perbaikan. Misalnya Pak Foke harus lebih lagi menemui konstituennya. Mungkin kemarin kurang," kata Melani.
Melani berharap Foke juga semakin merakyat. Menemui konstituennya di semua lini. Melakukan kampanye dengan pendekatan emosional dengan warga.
"Kita bisa mengimbau agar lebih lagi menyapa konstituen dan menanyakan masalah yang mungkin ingin dikemukakan rakyat," imbaunya.
Jakarta Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Melani Leimena Suharli mengkritisi tim sukses Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli di Pilgub DKI. Kemasan kampanyenya dirasakan kurang oke.
"Humasnya yang kurang. Humasnya harus mengemukakan keberhasilan selama lima tahun, masak yang terlihat macet dan banjir saja. Apa capaian selama lima tahun ini harus dikemukakan. Mungkin tim sukses sudah kerja keras tapi kemasannya kampanyenya nggak oke," kata Melani kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (16/7/2012).
Menurut Melani, kadang seorang tokoh bagus menjadi buruk karena kemasan kampanye tidak oke. Sebaliknya kemasan kampanye yang oke bisa memunculkan tokoh yang terkesan menarik.
"Ini harus dua-duanya dibenahi, individunya harus lebih turun lagi ke bawah. Kesan-kesan seperti yang dikatakan galak seperti harus ada perbaikan. Misalnya Pak Foke harus lebih lagi menemui konstituennya. Mungkin kemarin kurang," kata Melani.
Melani berharap Foke juga semakin merakyat. Menemui konstituennya di semua lini. Melakukan kampanye dengan pendekatan emosional dengan warga.
"Kita bisa mengimbau agar lebih lagi menyapa konstituen dan menanyakan masalah yang mungkin ingin dikemukakan rakyat," imbaunya.
Sabtu, 14 Juli 2012
Wakil Ketua Komisi III Setuju MA Tak Penjarakan Koruptor Rp 5 Juta
Minggu, 15/07/2012 05:08 WIB
Jakarta Wakil Ketua Komisi III DPR, Nasir Djamil, sepakat dengan keputusan kasasi Mahkamah Agung terkait kasus korupsi Rp 5 juta. Menurut Nasir, kerugian negara relatif kecil dalam kasus tersebut.
"Saya sependapat dengan keputusan kasasi MA tersebut. Sebab nilai kerugian negara relatif sedikit," kata Nasir saat berbincang dengan detikcom, Sabtu (14/7/2012) malam.
Selain kerugian negara yang jumlahnya sedikit, Nasir menilai hakim yang memutus perkara tersebut sudah mengetahui latar belakang kasus korupsi tersebut. Oleh karenanya, Nasir menilai pertimbangan hakim dalam pengambilan keputusan tentu sudah berdasarkan informasi yang cukup.
"Hakim yang bersangkutan juga telah mengetahui latar belakang mengapa yang bersangkutan sampai melakukan perbuatan tersebut," ujarnya.
Seperti diketahui Agus adalah Sekretaris Desa Gili Ketapang, Kecamatan Sumberasih, Probolinggo, Jawa Timur, dan penanggung jawab pengelolaan keuangan Alokasi Dana Desa (ADD) yang mempergunakan dana ADD tidak sesuai peruntukannya sebesar Rp 5,795 juta. Sedangkan anggaran sebesar Rp 29,928 telah dipergunakan untuk pembangunan jalan paving di Dusun Mujahidin, Dusun Krajan dan Dusun Baiturrohman.
PN Probolinggo dan PT Surabaya mengganjar Agus Siyadi dengan hukuman 1 tahun penjara dan denda Rp 50 juta dan uang pengganti sebesar uang yang dikorupsi. Tidak terima, Agus pun kasasi dan dikabulkan.
"Menjatuhkan pidana selama 2 bulan. Pidana itu tidak usah dijalankan kecuali di kemudian hari selama 4 bulan berakhir apabila terdakwa dipersalahkan," demikian bunyi putusan yang diketok pada 25 Januari 2012 oleh majelis hakim Imron Anwari (ketua), Surachmin dan MS Lumme. Putusan Mahkamah Agung (MA) yang tak memenjarakan terdakwa korupsi Rp 5 juta dipertanyakan banyak pihak. MA harus menjelaskan alasan di balik putusan tersebut.
"Jadi memang MA sebaiknya memberi penjelasan dan latar belakang mengenai hukuman kasasi tersebut. Apakah ini hendak membuat terobosan hukum atau apa," kata Anggota Komisi III DPR, Martin Hutabarat, saat berbincang dengan detikcom, Sabtu (14/7/2012) malam.
Mengenai jumlah kerugian negara yang disebut tidak begitu besar, Martin menyebut hal itu bukan pokok masalah. Hal yang perlu disoroti adalah perbuatan korupsinya.
"Memang kalau di kota besar nilai itu tidak berarti, tapi kalau di pedesaan itu cukup lumayan, jangan terlalu maju dulu kita," ujarnya.
"Jadi, walau cuma Rp 5 juta, tetap harus dihukum," tambahnya.
Seperti diketahui Agus adalah Sekretaris Desa Gili Ketapang, Kecamatan Sumberasih, Probolinggo, Jawa Timur, dan penanggung jawab pengelolaan keuangan Alokasi Dana Desa (ADD) yang mempergunakan dana ADD tidak sesuai peruntukannya sebesar Rp 5,795 juta. Sedangkan anggaran sebesar Rp 29,928 telah dipergunakan untuk pembangunan jalan paving di Dusun Mujahidin, Dusun Krajan dan Dusun Baiturrohman.
PN Probolinggo dan PT Surabaya mengganjar Agus Siyadi dengan hukuman 1 tahun penjara dan denda Rp 50 juta dan uang pengganti sebesar uang yang dikorupsi. Tidak terima, Agus pun kasasi dan dikabulkan.Wakil Ketua Komisi III DPR Nasir Djamil sepakat dengan keputusan kasasi Mahkamah Agung terkait kasus korupsi Rp 5 juta. Menurut Nasir, kerugian negara relatif kecil dalam kasus tersebut. Selain kerugian negara yang jumlahnya sedikit, Nasir menilai hakim yang memutus perkara tersebut sudah mengetahui latar belakang kasus korupsi itu. Oleh karenanya, Nasir menilai pertimbangan hakim dalam pengambilan keputusan tentu sudah berdasarkan informasi yang cukup.
Sebelumnya diberitakan, Agus Siyadi, Sekretaris Desa Gili Ketapang, Kecamatan Sumberasih, Probolinggo, Jawa Timur dan penanggung jawab pengelolaan keuangan Alokasi Dana Desa (ADD) mempergunakan dana ADD tidak sesuai peruntukannya sebesar Rp 5,795 juta. Sedangkan anggaran sebesar Rp 29,928 juta telah dipergunakan untuk pembangunan jalan paving di Dusun Mujahidin, Dusun Krajan dan Dusun Baiturrohman.
PN Probolinggo dan PT Surabaya mengganjar Agus dengan hukuman 1 tahun penjara dan denda Rp 50 juta serta uang pengganti sebesar uang yang dikorupsi. Tidak terima dengan putusan tersebut, Agus pun mengajukan kasasi dan dikabulkan.
Kamis, 12 Juli 2012
Golkar dan PPP Belum Tentukan Koalisi Putaran Kedua Pilgub DKI
Jakarta Cagub yang diusung Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Alex Noerdin dan Nono Sampono, hanya menempati posisi ke-5 dalam quick count Pilgub DKI. Golkar dan PPP pun sedang mempertimbangkan perlunya koalisi dalam putaran kedua Pilgub DKI.
"Saya berpendapat lebih baik Golkar tidak koalisi dengan partai/calon gubernur manapun. Bebaskan anggota Golkar untuk memilih," kata Ketua DPP Golkar, Hadjrianto Y Tohari, kepada detikcom, Jumat (13/7/2012).
Sementara itu Sekjen PPP M Romahurmuziy menjelaskan partainya sedang menimang-nimang angin koalisi untuk putaran kedua Pilgub DKI. Kemana arah koalisi PPP akan ditentukan sebelum bulan Ramadan.
"Kita akan umumkan sebelum Ramadan. Yang pasti, pola dukungan PPP pada putaran kedua akan lebih bersifat ideologis,"ungkapnya. Pasangan cagub DKI Jakarta yang diusung PKS, Hidayat Nur Wahid dan Didik J Rachbini, kalah di quick count putaran pertama Pilgub DKI. Meski sudah ada pertemuan antara Jokowi dan Hidayat Nur Wahid, PKS belum menentukan arah koalisi untuk putaran kedua Pilgub DKI.
"Masih belum, menunggu diagendakan rapat DPP. Karena masih pada melepas lelah. Nggak enak kalau buru-buru menetapkan dukungan, kita juga menunggu komunikasi dari pihak calon terkait, jangan sampe kita yang kebelet duluan," kata Ketua DPP PKS, Jazuli Juwaeni, kepada detikcom, Jumat (13/7/2012).
Tim internal PKS terus mencermati perkembangan politik terakhir. Pada akhirnya PKS akan mendukung kandidat cagub yang sejalan dengan misinya.
"Belum menentukan sikap memang. Nanti kita kaji dan cermati dulu, siapa yang sejalan dengan misi PKS," paparnya.Partai Golkar dan PPP dinilai tak akan memberikan dukungannya kepada Jokowi ataupun Fauzi Bowo dalam putaran kedua pilgub DKI. Golkar disebut tak punya kepentingan, sementara PPP punya konflik internal.
Menurut Direktur Eksekutif Indobarometer, M Qodari, saat ini hanya tiga partai yang dukungannya bisa diperebutkan oleh Jokowi dan Foke, yaitu Golkar, PPP, dan PKS. Namun, dia menambahkan, Golkar dan PPP kemungkinan akan memilih untuk netral.
"Kalau Golkar kecenderungannya akan netral, mendukung salah satu calon pun mereka dapat apa," kata Qodari saat berbincang dengan detikcom, Sabtu (14/7/2012) malam.
Qodari menilai Golkar sudah tak punya kepentingan dalam putaran dua Pilgub DKI. Lebih dari itu, menurutnya, Golkar memiliki resiko untuk makin terpuruk jika memberikan dukungan kepada salah satu calon.
"Ada resiko, kalau calon yang didukung kalah, golkar bisa terpuruk lagi, dan itu bisa dikaitkan-kaitkan dengan pencapresan Ical," ujarnya.
Sementara untuk PPP, Qodari melihat adanya konflik internal yang menghambat partai berlambang Kabah itu untuk memberikan dukungan ke salah satu calon.
"PPP bisa saja netral. Karena Haji Lulung cenderung ke Foke, sementara di DPP PPP Djan Farid yang berseberangan dengan Foke. Mereka sempat tegang," paparnya.
Sedangkan untuk PKS, Qodari menilai mereka lebih ke dekat ke pasangan Foke-Nara. Hal itu karena perbedaan ideologi PKS dengan PDIP dan Gerindra sebagai pengusung Jokowi-Ahok.
Langganan:
Postingan (Atom)